Hakikat Manusia Menurut Islam #Abdurrohim Harahap S.Th.I., M.Us.
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-2604165452128321"
crossorigin="anonymous"></script>
Abdurrohim Harahap S.Th. I. M., Us.
./ Jamil ritonga (Alm.)
baca juga:https://jurnalilmiyah.blogspot.com/2020/10/metode-menghafal-al-masniari.html
BAB I
PENDAHULUAN
Hakikat berarti kebenaran atau sesuatu yang sebenar-benarnya atau asal
segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu
atau yang menjadi jiwa sesuatu. Karena itu dapat dikatakan hakikat syariat adalah
inti dan jiwa dari suatu syariat itu sendiri. Dikalangan tasawuf orang mencari hakikat
diri manusia yang sebenarnya karena itu muncul kata-kata diri mencari sebenar-benar
diri. Sama dengan pengertian itu mencari hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.
Hakikat manusia menurut
pemikiran Al-Ghazali, (dalam Nasution, 2002:71) mengacu pada kecenderungan
tertentu dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu yang tetap,
tidak berubah-ubah, yaitu identitas idensial yang menyebabkan sesuatu menjadi
dirinya sendiri dan membedakannya dengan yang lainnya.
Al-Ghazali
mengemukakan bahwa hakikat manusia adalah totalitas jiwa dan badan. Jiwa
sebagai pemegang inisiatif yang mempunyai kemampuan dan tujuan ontologis, yaitu
ma’rifat al-bari (mengenal tuhan dimulai dengan mengetahui hasil-hasil
perbuatannya). Badan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan ontologis,
seperti panca indra, dan anggota tubuh. Apabila jiwa tidak mampu mengontrol
badan sesuai dengan tujuan ontologisnya, maka hakikat kemanusiaannya tidak utuh
lagi (Nasution, 2002:125). Hubungan jiwa dengan badan lebih jelas terlihat pada
proses mengetahui dan proses terjadinya perilaku manusia. baca juga:https://jurnalilmiyah.blogspot.com/2017/11/pengertian-tafsir-tematik.html
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM
a. Pengertian Hakikat
Menurut bahasa hakikat berarti kebenaran atau sesuatu yang
sebenar-benarnya atau asal segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah
inti dari segala sesuatu atau yang menjadi jiwa sesuatu. Karena itu dapat dikatakan
hakikat syariat adalah inti dan jiwa dari suatu syariat itu sendiri. Dikalangan
tasawuf orang mencari hakikat diri manusia yang sebenarnya karena itu muncul
kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan pengertian itu mencari hakikat
jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.[1]
b. Pengertian
Manusia
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara
lain al-insaan, al-naas, al-abd, dan bani Adam dan sebagainya. Al-insaan
berarti suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas
berarti manusia (jama’).Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam
berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan Nabi Adam.
Namun dalam Al-quran dan Al-sunnah disebutkan bahwa manusia adalah
makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh
petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.[2]
Dengan demikian Al-Quran memandang manusia sebagai makhluk
biologis, psikologis, dan social. Manusia sebagai basyar, diartikan sebagai
makhluk social yang tidak biasa hidup tanpa bantuan orang lain dan atau makhluk
lain.
Para sarjana islam sepakat bahwa manusia merupakan makhluk Allah
yang terdiri dari 2 dimensi yaitu :dimensi jasmani dan rohani atau jiwa dan
raga.
Islam tidak hanya memandang manusia dari segi pikiran atau
kejiwaannya saja, tetapi islam memandang manusia sebagai makhluk yang terdiri
dari jasmani dan rohani. Yang mana jasmani mempunyai tuntutan-tuntutan sendiri
yang perlu dipenuhi begitu juga sebaliknya agar manusia hidup harmonis.[3]
2.2 HAKIKAT MANUSIA DALAM
ISLAM
Hakikat manusia menurut Allah adalah makhluk yang dimuliakan,
dibebani tugas, bebas memilih dan bertanggung jawab.
Ø Makhluuq (yang diciptakan)
·
Berada dalam fitrah Fitrah dapat membawa manusia ke arah kebaikan
misalnya hati nurani dapat membedakan mana yang baik, dan mana yang buruk. [QS
Ar Ruum:30]
·
Lemah Sebagai makhluk, manusia juga lemah karena manusia juga
diciptakan dengan keterbatasan akal dan fisik. [QS An Nisaa’:48]
Ø Mukarram (yang dimuliakan)
·
Ditiupkan ruh [QS As Sajdah:9]
·
Diberi keistimewaan [QS Al Isra:70]
·
Ditundukkan alam untuknya . Semua alam ini termasuk dengan isinya
ini Allah peruntukkan untuk manusia. [QS Al Jaatsiyah:12-13]
Ø Mukallaf (yang mendapatkan beban)
·
Ibadah Manusia secara umum diciptakan oleh Allah untuk beribadah
sebagai konsekuensi dari kesempurnaan yang diperolehnya. [QS Adz Dzaariyaat:56]
·
Khilafah Allah mengetahui siapa sebenarnya manusia, sehingga Allah
tetap menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi walaupun malaikat tidak
setuju. [QS Al Baqarah:30]
baca juga : https://jurnalilmiyah.blogspot.com/2017/11/pengertian-tafsir-tematik.html
2.3 SEGI POSITIF DAN NEGATIF MANUSIA
a) Secara eksplisit ,Al-Quran menyebutkan 3
jenis nafs yaitu :[4]
·
Nafs Muthma’innah yaitu nafsu yang tenang, jauh dari
segala keguncangan dan selalu mendorong berbuat kebajikan.
·
Nafs Ammarat yaitu nafsu yang mendorong berbuat
kejahatan, tunduk pada nafsu syahwat dan panggilan setan.
·
Nafs Lawwamat yaitu nafsu yang belum sempurna, selalu
melawan kejahatan tapi suatu saat melakukan kejahataan yang kemudian
disesalinya.
b) Ciri umum dari nafs yang mempunyai kualitas
rendah menurut Al-quran :
·
Mudah melanggar apa-apa yang dilarang Allah swt
·
Menurut dorongan hawa nafsu
·
Menjalankan maksiat.
·
Tidak mau memenuhi panggilan kebenaran.
Apabila kepribadian mencapai peringkat kematangan dan kesempurnaan
manusiawi dimana terjadi keseimbangan antara berbagai tuntutan fisik dan
tuntutan spiritual maka atribut “jiwa yang tenang” dapat diperolehnya. Menurut
Al-quran, jiwa yang tenang ditandai
dengan :
·
Memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan terhadap
kebenaran seperti tersebut dalam QS:An-nahlayat 106 karena telah menyaksikan
bukti-bukti kebenaran seperti yang dialami oleh pengikut-pengikut Nabi Isa As.
·
Memiliki rasa aman, terbebas dari rasa takut dan sedih
di dunia dan terutama nanti di akhirat.
·
Hatinya tenteram karena selalu ingat kepada Allah.
2.4 EKSISTENSI MANUSIA
Manusia adalah ciptaan Allah diantara ciptaan-ciptaannya yang lain.
Kehadiran manusia di muka bumi dimulai sejak nabi adam dan hawa diturunkan dari
surge karena tergoda pujukan Iblis sehingga tidak mematuhi laranganTuhan.[5]
Manusia perlu mengenal dan memahami hakikat dirinya sendiri agar
mampu mewujudkan eksistensi dirinya.Pengenalan dan pemahaman ini akan
mengantarkan manusia kepada kesediaan mencari makna dan arti kehidupan,
sehingga hidupnya tidak menjadi sia-sia. Dalam pengertian ini dimaksudkan makna
dan arti sebagai hamba Allah, dalam rangka menjalankan hak dan kewajiban atau
kebebasan dan tanggung jawab mencari ridha-Nya.
Eksistensi
menurut Karl Jaspers berdiri berhadapan dengan transendensi, sama dengan
kebebasan yang diberi isi. Dengan begitu manusialah yang memberi arti dan isi
kepada kehidupannya sendiri.Pandangan ini berbeda dengan yang dikemukakan oleh
ibnu Khalduna.Ia tidak terlalu menekankan segi kepribadian manusia, sebagaimana
banyak dibicarakan oleh para filsub, tetapi lebih kepada proses dan interaksi
antar manusia sebagian besar dalam bentuk kelompok serta implikasi dari
interaksi-interaksi itu. Dalan konteks ini ia sering disebut sebagai salah satu
pendir isosiologi dan antropologi.[6]
Eksistensi Manusia terbahagi kepada2 :
1) Eksistensi
Individual
Manusia adalah subyek.Ia berbeda dengan makhluk lainnya. Sebagai subyek,
pribadi sendiri, ia merupakan misteri bagi yang lain. Namun tidak berarti bahwa
orang lain tidak dapat memahami dirinya. Setiap subyek mempunyai keniscayaan
dapat memahami subyek lain. Bagi para eksistensial ,subyek dimengerti sebagai
individu yang unik. Sebagai contoh , Gabriel marcel , misalnya mengupas
aktivitas rohani manusia dalam merealisasikan kebebasannya. Sartre memandang
manusia sebagai pribadi kongkrit, bukan sekadar obyek epistimologi abstrak.
Kierkegaard melihat manusia sebagai bentuk proses menjadi yang memilih
ke-otentikan dalam berhubungan dengan Tuhan.
Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa gagasan dasar tentang
manusia.Pertama manusia ada karena diciptakan ,bahwa tidak bisa menolak kondisi
yang akan diterimanya. Secara substansial susunan manusia terdiri dari tubuh
dan jiwa (psikis).Kedua ,manusia adalah makhluk yang mandiri individual dan
hidup dalam masyarakat sosial.
Ketiga ,manusia merupakan
sebaik-baik penciptaan makhluk yang memiliki keterbatasan fisik atau pun
psikis. Ia juga dibatasi oleh ikatan agama aturan tuhan dan norma-norma social
ciptaannya sendiri.[7]
2) Eksistensisosial
Perjumpaan dengan yang lain mengungkapkan fakta bahwa ada
eksistensi benda yang lain maupun subyek lain. Seperti diuraikan di atas,
manusia adalah makhluk sosial, hidup secara berkelompok baik dalam keluarga,
masyarakat, suku, atau pun bangsa untuk saling menjamin berlangsungnya dan
terpenuhinya kebutuhan hidup masing-masing. Dalam lingkungan sosial, setiap
individu dibatasi oleh norma sosial yang mengatur berlangsungnya aktivitas
antar individu.
Norma social merupakan aturan atau kesepakatan bersama yang
menjamin kebebasan aktivitas setiap individu selama tidak merugikan orang lain
atau merusak tatanan masyarakat. Perlu diperhatikan, bahwa sosiallitas tidak
lah sama dengan kolektivitas. Kolektivitas adalah kelompok yang
melebur individu kedalam satu kesatuan. Dalam Kolektivitas, eksistensi
individu ,hak, kebebasan dan kehendak, tidak di akui atau di tolak. Di dalam
kolektivitas setiap individu di tempatkan sebagai objek, bukan sebagai subjek.
2.5 HAKIKAT MENURUT PANDANGAN ISLAM
An-Nahlawi mengemukakan bahwa manusia menurut pandangan islam
sesuai dengan hakikatnya, dapat dipahami dari aspek-aspek berikut.
1. Asal-usul penciptaan manusia
Manusia bersumber dari dua asal, yaitu: 1. Asal yang ‘jauh’
penciptaan pertama dan tanah yang kemudian disempurnakan dan ditiupkan ruh-nya
kepada manusia tersebut, 2. Asal yang ‘dekat’ penciptaan manusia dari nuthfah.
Dalam Al-qur’an pandangan manusia diarahkan pada kehinaan, hal ini
ditujukan untuk menghancurkan kecongkakan manusia dan melemahkan ketakaburannya,
sehingga dia benar-benar tawadhu dalam kehidupannya.
2. Makhluk yang
dimuliakan
Manusia dianugerahi Allah dengan kemampuan yang dapat digunakannya
untuk menguasai alam semesta demi kemaslahatan manusia.
3. Makhluk istimewa
dan terpilih
Allah memberikan kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang
buruk, dan kemampuan memilih kepada manusia. Manusia diberi kesiapan dan
kehendak untuk melakukan kebaikan atau keburukan, sehingga mampu memilih jalan
mengantarkannya pada kebaikan dan kebahagiaan, atau jalan yang membawanya pada
kebinasaan. Manusia harus berupaya menyucikan, mengembangkan, dan mendirikan
diri agar manusia terangkat dalam keutamaan.
4. Makhluk yang dapat di didik
Manusia dibekali
Allah dengan kemampuan untuk belajar dan memiliki pengetahuan, serta menganugerahinya
dengan berbagai sarana untuk itu.
Seperti penglihatan, pendengaran, bahasa, berpikir dan menulis. Dengan
akal dan hatinya manusia mengolah alam untuk dijadikan sesuatu yang bermanfaat
bagi kehidupan. [8]
5. Tanggung jawab
manusia
Sesuai dengan kemuliaan, keunggulan, dan keistimewaan manusia dari
makhluk lainnya, manusia pun dibebani tanggung jawab yang disertai balasan yang
setimpal. Menurut ajaran islam, manusia diberi tanggung jawab untuk menerapkan
syariat Allah dan menjadi hambanya. Rasa tanggung jawab akan terpelihara dalam
diri manusia yang sadar, selalu ingat, adil, tidak menyeleweng, tidak tunduk
pada hawa nafsu, jauh dari kezaliman dan kesesatan, istiqomah dalam
berperilaku. Manusia juga diminta bertanggung jawab atas harta, umur, dan
kemudaannya.
6. Tugas tertinggi manusia,
beribadah kepada Allah
Beribadah kepada Allah merupakan tugas manusia dalam hidup. Manusia
sesungguhnya tidak berarti apa-apanya dihadapan Allah, dan manusia bertanggung
jawab untuk merendahkan diri dengan cara selalu beribadah kepadanya. Semakin
merendahkan diri dan semakin bertaqwa manusia kepada Allah, dia akan dapat
karamah dari Allah.
Manusia dibekali
kemampuan fisik dan psikis agar ia maampu melaksanakan kewajiban ibadah dengan
baik dan sempurna. Orang-orang yang tidak mau merendahkan diri beribadah kepada
Allah adalah orang-orang yang gagal, dia sombong kepada Allah, berarti dia menolak
karamah Allah.
Ibadah biasanya dimulai dengan semangat ketauhidan, yaitu dimulai
dengan ikrar (syahadat), mengabdi sepenuhnya kepada Allah, yang diikuti dengan
shalat, shaum, zakat, haji, dan seluruh aktivitas dalam kehidupan. Semua
aktivitas manusia termasuk ibadah, selama aktivitas itu dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan ridho Allah.
Hakikat manusia
menurut pemikiran Al-Ghazali, (dalam Nasution, 2002:71) mengacu pada
kecenderungan tertentu dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu
yang tetap, tidak berubah-ubah, yaitu identitas idensial yang menyebabkan
sesuatu menjadi dirinya sendiri dan membedakannya dengan yang lainnya.
Al-Ghazali
mengemukakan bahwa hakikat manusia adalah totalitas jiwa dan badan. Jiwa
sebagai pemegang inisiatif yang mempunyai kemampuan dan tujuan ontologis, yaitu
ma’rifat al-bari (mengenal tuhan dimulai dengan mengetahui hasil-hasil
perbuatannya). Badan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan ontologis,
seperti panca indra, dan anggota tubuh. Apabila jiwa tidak mampu mengontrol
badan sesuai dengan tujuan ontologisnya, maka hakikat kemanusiaannya tidak utuh
lagi (Nasution, 2002:125). Hubungan jiwa dengan badan lebih jelas terlihat pada
proses mengetahui dan proses terjadinya perilaku manusia.
Pada suatu ketika badan
dapat menjadi penghambat bagi jiwa dalam menangkap hakikat-hakikat, terutama
hakikat diri, yang merupakan pengantar untuk mengenal tuhan.
Ada lima penghalang jiwa
dalam menangkap hakikat; (1) jiwa yang belum sempurna, (2) dikotori maksiat,
(3) menurutkan keinginan badan, (4) ada penutup yang menghalangi hakikat ke
jiwa (taqlid), dan (5) tidak dapat berpikir logis (Nasution, 2002:128).[9]
Lebih lanjut manusia menurut Al-qur’an (Ali, 1998:1 1-19)
di sebut antara lain dengan: (1) Bani Adam (Qs.17:70), (2) Basyar (Qs. 18:110),
(3) Al-Insan (QS. 76:1), (4) An-Nas (QS. 14:1), berbagai rumusan manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman kepada Allah.
Dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu
serta mengamati gejala-gejala alam, serta bertanggung jawab atas segala
perbuatannya dan berakhlak mulia. Menurut agama islam manusia mempunyai ciri lain
antara lain sebagai berikut
a. Manusia Makhluk
Yang Paling Unik
Manusia makhluk
yang paling unik adalah ciptaan Allahyang paling sempurna. Sesungguhnya kami
telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Qs. 95:4). Untuk
kepentingan dirinya manusia harus senantiasa berhubungan dengan penciptanya,
dengan sesama manusia, dengan dirinya sendiri, dan dengan alam sekitarnya.
b. Manusia Memiliki
Potensi
Manusia memiliki
potensi ( daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) untuk beriman kepada
Allah Swt. Secara poensial manusia percaya atau beriman kepada ajaran agama
islam yang diciptakan Allah Swt.
c. Manusia Diciptakan
Allah Untuk Mengabdi Kepadanya
Manusia bertugas
untuk mengabdi kepada Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya: Tidak
kujadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-ku (Qs. 51:56).
Manusia mengabdi kepada
Allah dapat dilaksanakan dengan dua jalur. Pertama, jalur khusus dengan
dilaksanakan dengan melakukan ibadah pengabdian kepada Allah yang cara dan
waktunya ditentukan oleh Allah sendiri.
Kedua, jalur umum
dapat diwujudkan melalui perbuatan-perbuatan yang baik, disebut dengan amal
shaleh seperti perbuatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.
d. Manusia Dilengkapi
Allah Dengan Akal, Perasaan, dan Kemauan
Dengan akal dan
kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi muslim, tetapi
dengan akal dan kehendaknya manusia dapat tidak percaya, tidak tunduk dan tidak
patuh kepada Allah, bahkan mengingkarinya (kafir).
e. Manusia Bertanggung
Jawab Atas Segala Perbuatannya
Manusia
bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Hali ini sesuai dengan firman Allah
Swt. (Qs. 52:21) setiap manusia terikat,dalam arti bertanggung jawab terhadap
apa yang dilakukannya.
f. Manusia Berakhlak
Mulia
Ciri utama makhluk
yang baik adalah berakhlak yang mulia. Artinya manusia adalah makhluk Allah
yang diberi Allah kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang buruk.
g. Manusia Diciptakan
Tuhan Untuk Menjadi Khalifah Di bumi
Manusia sebagai
khalifah di bumi, sesuai dengan firman Allah yang artinya Sesungguhnya Aku
hendak menciptakan seorang khalifah di muka bumi (Qs. 2:30).
Perkataan menjadi Khalifah
dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia untuk
mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala yang diridhoi-nya di muka bumi
ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Maka
dapat kami tuliskan bahwa: Hakikat itu
ialah sesuatu kebenaran atau sebenar-benarnya
asal-usul segala sesuatu, hakikat juga mengandung makna yang tetap, atau
idak berubah-ubah. Seperti:
§ Asal-usul penciptaan manusia
§ Makhluk yang di muliakan
§ Makhluk istimewa dan terpilih
§ Makhluk yang dapa di didik
§ Tugas tanggun jawab
§ Tugas tertinggi manusia, beribadah kepada Allah
DAFTAR PUSTAKA
Aliah Hasan,B purwakania, . 2006 PsikologiPerkembangan
Islam: Jakarta : Raja grafindo persada
LaluMuchsin Effendi, Lc.,M.A Faizah,S.A.g,M.A. 2009 , PsikologiDakwah,
Jakarta,Kencana,
Azhar Basir Ahmad,1997 ,ManusiaDalamPandangan .Yogyakarta : Titian
Ilahi Pressu5
NEVIARNI S., M.S.2009,. Pelayanan
Bimbinga dan Konseling, Bandung : Alfabeta,
[1]http://www.tugasku4u.com/2013/05/makalah-hakikat-manusia-menurut-islam.html
[2]Hasan,Aliah
B purwakania,PsikologiPerkembangan Islam: Jakarta : Rajagrafindo . 2006
persada , hlm.17
[3]Faizah,S.A.g,M.A.&h.LaluMuchsin
Effendi, Lc.,M.A , PsikologiDakwah, (Jakarta,Kencana,2009), hlm.52
[4]Faizah,S.A.g,M.A.&h.LaluMuchsin
Effendi, Lc.,M.A , PsikologiDakwah, (Jakarta,Kencana,2009), hlm.68
[5]Ahmad
AzharBasir,ManusiaDalamPandangan .(Yogyakarta : Titian Ilahi Press.1997)
Hlm.75
[6]Ibid,Hlm.79
[7]Ibid.hlm.78
[8] DR.
NEVIARNI S., M.S. Pelayanan Bimbinga dan Konseling, (Bandung : Alfabeta,
2009), h. 46-48
[9] ibid
Komentar
Posting Komentar