Mencari Hidayah Tuhan: Buku Pedoman Hijrah #Ustaz Abdurrohim harahap, S.Th.I. M.Us

 





ANDA bisa mendapatkan file   PDF melalui : abdurrahimharpy@gmail.com

atau watsab 

+60183758751 


baca juga:





SINOPSIS
Allah selalu memberi hidayah kepada siapa saja yang berusaha mencari kebenaran. terinspirasi dari kisah nabi Ibarhim mencari tuhan. Ada banyak pelajaran berharga yang bisa kita petik dari kisah perjalanan intelektual dan spiritual Ibrahim a.s tersebut.  Hendaklah manusia selalu dan terus berusaha mencari ilmu dan kebenaran. Nabi Ibrahim a.s. sekalipun calon nabi dan rasul Allah, yang sekiranya dia tidak berusaha mencari Tuhan pun, Allah pasti akan menurunkan petunjuk dan hidayah kepadanya.  Akan tetapi, Ibrahim as. tidak berdiam diri, menunggu datangnya hidayah,  ia terus berusaha mencari kebenaran hingga datangnya hidayah tuhan.
baca juga:

Begitulah, hendaknya manusia dalam menempuh proses belajar serta pematangan intelektual dan spritualnya. Mulailah dari hal-hal yang kecil dan sederhana untuk kemudian beranjak menuju yang lebih komplek dan sempurna. Hendaklah manusia selalu berhijrah ke arah yang lebih baik dalam menjalani kehidupannya. Karena Ibrahim a.s. beranjak dari memperhatikan bintang yang lebih kecil, redup kemudian bulan yang lebih besar dan terang, kemudian matahari yang sangat terang dan besar. Hendaklah manusia selalu mengarah dari gelap menuju yang lebih terang. Dari yang kecil menuju yang lebih besar, dari kebodohan menuju kecerdasan, Dari kesesatan menuju hidayah tuhan. Buku ini telah didesain bagi mereka yang ingin mencari petunjuk dan kebenaran. Dengan menelaah, mengkaji dan mengamalkan isi kandungan sehingga dapat menjemput hidayah yang dinanti-nantikan.




baca juga:




KATA PENGATAR




Hotmatua Paralihan, M. Ag
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri  (UIN) -SU


“Mencari Hidayah Tuhan”

Secara objektif Abdurrohim Harahap ini pantas disebut sebagai intelektual muda yang produktif dan memiliki tanggungjawab terhadap persoalan umat Islam Saat ini. Alasan yang dapat dikemukakan,  ada beberapa tulisannya yang sudah terbit, dan karya ini lahir ditengah-tengah kesibukannya sebagai Mahasiswa Program S-2 di University Malaya Kuala Lumpur dan keaktipannya diberbagai organisasi dan kegiatan pendidikan Islam lainnya. Dengan munculnya intelektual muda Islam seperti ini, hemat saya, umat Islam secara keseluruhan harus bersyukur kepada Allah SWT, karena telah lahir sejarah masa depan, menambah keyakinan kita semua akan muncul tokoh pemikir Islam dimasa yang akan datang.
Tulisan ini penting dilihat dari sudut zamannya, dimana pada saat ini, kebanyakan manusia lebih sibuk menata diri yang berhubungan dengan fisik; seperti penataan rumah, perabot, pakaian, muka, gigi, lipstick, pemakain sepatu atau penampilan lainnya yang bersifat materi. Saya melihat, penulis buku ini terlihat secara cerdas memahami persoalan zaman ini secara tepat, sehingga muncul tanggungjawabnya sebagai seorang muslim dan seorang intelektual muda merasa terpanggil dengan rasa tanggungjawab ikut untuk menyumbangkan formulasi ajaran Islam dengan mengutip dasar-dasar ajaran Al-Qur’an dan Hadist serta pendapat ulama, yang berhubungan dengan penataan diri yang bersifat psikis, seperti penataan; keislaman, keimanan, keadilan, keikhlsan, rasionalitas, emosionalitas (Kecerdasan, Intelektual,   emosional, dan spiritual.
Niat penulis ini terlihat berusaha secara keras dalam tiga warna dalam tulisan sekaligus yaitu, Pertama; bercorak filsafat. Beliau membuat analisisi yang rasional, sistematis, sehingga dapat dipahami dengan logika namun tidak terlalu berat, karena kadarnya tidak sampai memusingkan pikiran pembaca.  Corak analisis itu terlihat pada penjelasan sebab akibat dengan baik, seperti kalau niat tidak tepat maka tidak sampai kemana-mana, kalau seseorang resah berarati dosa sudah membelenggu maka bertaubatlah. Kedua, Corak Tasauf,  bagaimana mencintai Allah dan langkah langkah ibadah mewujudkannya serta manfaat dari ibadah yang dilakukan. Ketiga, Corak berikutnya, terlihat tanggungjawab beliau sebagai seorang cendikiawan muslim yang merasa terpanggil untuk ikut mengajak dan menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.Tiga corak ini sangat kental dalam penulisan buku ini; analisis, komunikatif dan dakwah. Semua pesan di atas, dipaparkan dengan corak komunikasi yang baik, hal itu terlihat dalam penulisan,  dasar-dasar agama (Al-Quran dan Hadist, pendapat ulama) diikuti dengan percontohan dalam kehidupan sehari-hari.  Dengan metode itu tulisan ini dapat dipahami hampir pada setiap lapisan maysrakat- pendidikan, pedagang, pemerintahan dengan kemampuan sederhana. Misalnya pentingnya niat dalam sebuah tindakan. Penulis ini secara cerdas menuliskan dasar pentingnya niat dalam hadist tetapi kemudian menjelaskannya diikuti dengan permisalan “pengiriman surat tanpa tujuan yang jelas”.
Bentuk lain yang cukup menonjol dalam buku ini termasuk, kemampuan penulis menukilkan permasalahan social-peribadi, rumahtangga, masyarakat umum bahkan bangsa-kemudian memberikan solusinya dengan pendekatan syar’i ajaran Islam. Permasalahan itu diselesaiakan dengan pendekatan Tasauf seperti, Taubat, Syukur, Melaksanakan Kewajiban dan Sunat, zikir, penataan hati dengan menjauhkan segala yang merusaknya seperti iri, dengki, hasad, takabbur, dusta dll, sekaligus menggambarkan manfaat yang didapatkan oleh seseorang apabila dapat melaksanakannya.
Tiga corak penulisan dalam satu buku sekaligus memastikan kita semua bahwa, pesan akan sampai kepada pembaca secara luas dengan pemahaman yang tepat dan buku ini tidak mungkin lahir, tercipta kecuali dari penulis yang cerdas dan kreatif dan memiliki rasa tanggungjawab keislaman yang kuat, dalam Istilah seorang tokoh arsitektur revolusi Iran 1979 Ali Syariati, menyebutkannya Raushan fikr, manusia yang tercerahkan-memiliki kecerdasan dan rasa tanggungjawab sekaligus.
Demikainlah, penulis buku ini telah ikut berjihad dalam menjelaskan  Islam dengan baik, semoga iklim kreatifitas ini dapat bertahan dan mudah-mudahan berkembang dan ditingkatkan.   Semoga buku ini memberikan kontribusi penting dalam khazanah ke Islaman.













DAFTAR ISI




BAHAGIAN I

1.       Hijrah 1     PERMULAAN MENUJU PERUBAHAN 1 
2.       Hijrah 2        LANGKAH KECIL MENUJU SYURGA 15 
3.       Hijrah 3      ANGGAPLAH HARI INI HARI TERAKHIRMU 20
4.       Hijrah 4        KEBAIKAN MENIMBULKAN KETENANGAN 26
5.       Hijrah 5         WAHAI DIRI SADARLAH !! 42
6.       Hijrah 6        AKU MEMERLUKANMU KARENA AKU MENCINTAIMU 49
7.       Hijrah 7       KUASAI DUNIA TAPI JANGAN MENCINTAINYA 53
8.       Hijrah 8       HARUSKAH MELAWAN TAKDIR ? 61
9.       Hijrah 9       WALAUPUN DUNIA TAK ADIL TAPI ALLAH MAHA ADIL 67
10.   Hijrah 10    IKHLAS ITU BEBAS 72
11.   Hijrah 11    SHOLATLAH MESKIPUN ENGKAU MAKSIAT DAN DOSA 81
12.   Hijrah 12     BERHIJABLAH!! MESKIPUN ENGKAU BUKAN WANITA BAIK 89
13.   Hijrah 13     KATAKAN TIDAK PADA PACARAN 95
14.    Hijrah 14   BERBUAT BAIKLAH SEKECIL APAPUN KARENA ALLAH PASTI  AKAN MEMBALASNYA 104
15.   Hijrah 15     TANGGUNG JAWAB SENDIRI 113
16.   Hijrah 16    SALAHKANLAH DIRIMU SEBELUM ENGKAU MENYALAHKAN ORANG LAIN 118
17.   Hijrah 17      JADILAH HAMBA YANG BERSYUKUR 122
18.   Hijrah 18     JANGAN TERTIPU DENGAN KESENANGAN DUNIA 128
19.   Hijrah 19      JADI PEMAAF ITU INDAH   134

BAHAGIAN II


20.   Hijrah 20      JADILAH HAMBA YANG PENUH SYUKUR 142
21.   Hijrah 21      JAUHKANLAH DIRI DARI HARTA YANG HARAM 148
22.   Hijrah 22      SENANTIASA MENJAGA UKHWAH 161
23.   Hijrah 23      SENANTIASA SALING MENASEHATI 169
24.    Hijrah 24     KALAHKAN MUSUH BATINMU 181
25.   Hijrah 25     DUNIA ADALAH  ANCAMAN ATAU PELUANG 189
26.   Hijrah 26      BERISTIQAMAHLAH DALAM BERAMAL WALAUPUN HANYA SEDIKIT 197
27.   Hijrah 27      MUHASABAH  DIRI SENDIRI 206
28.   Hijrah 28      TUGASKU SEBAGAI HAMBA ALLAH 213
29.   Hijrah 29      KATAKANLAH YANG BENAR MESKIPUN  ITU PAHIT 224
30.   Hijrah 30      MENCARI HIKMAH  DIBALIK MUSIBAH 231
31.   Hijrah 31      SIAPA YANG BERSUNGGUH- SUNGGUH PASTI AKAN MENDAPAT244
32.   Hijrah 32      PENYAKIT HATI YANG HARUS DIHINDARI 253
33.    Hijrah 33     OBAT HATI MENURUT ISLAM 263
34.   Hijrah 34      RUMAH TERAKHIR KU 275
35.   Hijrah 35      YA ALLAH AKU INGIN BERTAUBAT 282
36.                                   MUNAJAT DAN LUAHAN HATIKU 299










 Mukoddimah






s
egala puji bagi Allah SWT yang telah menganugrahkan kepada kita nikmat Iman dan Islam. Segala puji bagi Allah SWT yang juga telah memberikan Hidayah yang sangat berharga kepada kita semua sehingga kita mampu dalam menjalankan segala perintahnya serta menjauhi larangan-larangannya. Sholawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, ahli keluarga, para sahabat, tabi’in dan bagi siapa saja yang mengikuti jejak langkah mereka hingga akhir zaman.

Bagaimana hidayah  akan datang, jika kita tidak mengharapkan kedatangannya, bagaimana pula ia akan datang sedangkan kita pun tidak berusaha untuk menjemputnya, kita pun tidak akan dapat menjemputnya jika kita tidak berusaha untuk mencarinya.
      
Hidayah itu ibarat seekor kupu-kupu disebuah taman yang indah, ia terbang kesana kemari mencari tempat yang indah. Jika kita menginginkannya maka kita harus mengejar dan menangkapnya, karena ia tak akan hinggap kepada kita yang penuh bau dan kotor.

Begitu juga halnya hidayah, ia tidak akan datang kepada manusia  yang penuh dosa, ia harus dicari, dijemput dan dimilki. Oleh karena itu kita harus berusaha mencari dan meraihnya, agar ia dapat mensucikan kita dari kotoran-kotoran dosa yang telah kita perbuat.

Hidayah dapat menyadarkan akan kewajiban seorang hamba kepada penciptanya, merubah prilaku yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya serta mampu  menjadikan manusia hina menjadi mulia disisi makhluk dan penciptnya.

Dalam buku “Mencari Hidayah Tuhan“ ini akan menghimbau kembali perinsip-perinsip dan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan untuk mengetahui betapa dengan “terus berusaha mencari hidayah tuhan” itulah yang dapat membukakan jalan kepada sebuah perjuangan untuk kembali ke jalan Allah SWT dan menabur bakti kebaikan kepada manusia lain dengan penuh keihklasan dan ketulusan.

Keseluruhan kandungan adalah berdasarkan al-Qur’an sebagai rujukan dalam memberi ilham, fakta dan rangsangan. Pengisiannya membimbing kita untuk lebih mengenal kandungan dan makna kalam Allah SWT yang Ia turunkan sebagai “ Hudan/ Hidayah” kepada manusia.

Buku ini sengaja ditulis dalam bentuk bab-bab guna untuk memudahkan kita meneliti setiap harinya. Baca dan pahamilah dengan penuh kesadaran agar dapat diamalkan dalam kehidupan, sebagai bentuk upaya dalam mencari hidayah tuhan.

Segala pandangan adalah cetusan kesadaran yang lahir dari usaha memahami dan mencari hakikat hidup yang sebenarnya, kebanyakan kita memang telah memiliki pengetahuan. Namun pengetahuan memerlukan kesadaran karena kesadaranlah  yang dapat mengantarkan manusia kepada Hidayah Allah SWT.

Buku ini bukan buku cerita pelepas lelah pengantar tidur. Bukan bacaan hiburan. Bukan asal mengumpulkan dan menukilkan. Kami menggali yang terpendam, merangkai yang tercecer, menyusun yang terbengkalai, merawat yang dianggap remeh dan menyuguhkan menjadi “motivasi dahsyat” Insyallah.

Membaca sekedar untuk tahu tidaklah mencukupi. Tahu untuk mengerti, itulah yang kita harapkan karena matlamat kita adalah kesadaran. Dan kesadaran ibarat sumbu yang menyalakan kebenaran. Bacalah, bacalah, dan bacalah. Bacalah dengan memahami dan mengerti. Itulah sebenarnya makna dari “iqra.” Bacalah hingga memperoleh kesadaran. Bacalah sehingga berasa dekat kepada Hidayah Allah SWT dan amalkanlah dengan penuh keihklasan. Semua manusia rugi, kecuali yang berilmu. Semua manusia yang berilmu rugi, kecuali yang beramal. Dan semua manusia yang beramal rugi, kecuali mereka yang ikhlas. 

Semoga ada hati yang tergugah, ada jiwa yang tersadar, ada kebuntuan yang terbuka, ada penyakit batin yang terobati. Jadilah petualang “ pencari” hidayah tuhan. Begitulah seharusnya kehidupan. Jangan terlena dengan kenikmatan saat ini dan selalu berkata dalam hati “ aku akan berubah kalau hidayah datang.”  Ingatlah segala sesuatu tidak akan datang dengan sendirinya, akan tetapi harus diawali dengan usaha dan diakhiri dengan berdoa.







               
  Salam kasih kepada pembaca
                                                               Abdurrohim Harahap

















Bahagian
I
Berhijrah Karena Allah














Hijrah 1
PERMULAAN MENUJU
PERUBAHAN


D
iantara manusia, ada yang cukup dengan satu isyarat untuk mendapatkan petunjuk. Ada yang memerlukan penjelasan dengan lemah lembut, ada yang tidak memperdulikan kecuali dengan teguran dan  kemarahan. Ada pula yang tidak memerlukan itu semua, dan dia termasuk dalam golongan syaitan.

Setiap permulaan itu sifatnya dekat dan sederhana. Karena itu banyak orang yang melakukannya. Ia seperti sebuah pena diatas meja yang penuh dengan lembaran buku kosong, diambil dan digunakan untuk  membuat sebuah coretan. Lalu berakhir dengan bait-bait, puisi yang indah atau menjadi sebuah buku yang dibaca oleh ribuan orang.
Perlu ada proses panjang sebelum sampai ke lembaran terakhir. Berbagai masalah dan rintangan dihadapi untuk menyelesaikannya. Namun yang pasti kita tidak akan bisa menyelesaikan lembaran terakhir jika seandainya kita tidak sedikitpun memulai dilembaran pertama. 

Setiap permulaan itu dekat dan sederhana, seperti satu langkah awal yang berkhir dengan ribuan langkah, bahkan jutaan langkah yang membawa kepada sebuah tujuan. Tujuan itu mungkin jauh, namun ia tetap berawal dengan satu permulaan yang sangat dekat dan sederhana. Jika yang satu langkah itu masih terasa berat, ringankanlah ia dengan setengah langkah. Tidak masalah, yang penting mulailah melangkah. Hanya dengan cara itu kita berpeluang untuk sampai pada akhir dan tujuan yang diharapkan.

Setiap permulaan itu dekat dan mudah untuk dilakukan. Ia semudah memasang niat yang baik pada waktu pagi,  yang membangkitkan semangat sehingga pekerjaan selesai dan berakhir dengan senyuman ikhlas pada malamnya. Banyak kesuksesan yang berawal dari niat yang sederhana, namun dilakukan dengan sungguh-sungguh. Bahkan niat sangat menentukan apakah pekerjaan itu  membawa kebaikan di dunia  atau sampai ke akhirat.

Permulaan itu sederhana, sesederhana mengawali sesuatu yang baik dengan mengucapkan bismillah. Tidak ada lidah yang tak mampu mengucapkannya, walaupun sederhana tapi ia sangat berharga. Ia mampu membuka pintu rahmat, menghalang tipu daya syaitan, mencukupkan segala kekurangan serta mengandung keberkahan dari sebuah tindakan.

Mulailah dengan diri sendiri karena itulah yang paling dekat. Setelah itu baru kepada keluarga, tetangga dan masyarakat. Tidak masalah jika terasa sulit, setidaknya kita sudah memulainya untuk diri sendiri. Itu sebuah permulaan yang baik, jika kita memulainya dengan orang lain bisa jadi kita tidak berhasil. Jika berhasil pun itu milik orang lain sedangkan kita tidak mendapatkan apa-apa.

Lihatlah kedepan, ke arah perubahan yang kita inginkan. Namun jangan lupa untuk mengawalinya dengan langkah pertama. Tidak ada seorangpun yang sampai ketempat yang ia inginkan hanya dengan satu langkah saja. Banyak langkah yang harus dilewati, terkadang dalam melangkah banyak sekali cobaan dan ujian, bahkan terkadang terjatuh dan tak berdaya. Jangan menyerah, bangun dan hadapilah semua rintangan itu hingga sampai ke tempat yang ingin dituju.

Perjalanan menuju sebuah perubahan yang besar  memang panjang dan melelahkan,namun lupakan untuk sementara  waktu. Mulai saja dengan yang dekat. Hidup kita pun ada tahapannya mulai dari A- Z . ikuti saja tahapan-tahapan itu, jika kita sabar insyaAllah kita akan sampai juga. Mungkin banyak rintangan yang harus kita lalui dalam perjalanan menuju Z, namun kendatipun demikian semua itu tidak akan bisa kita lakukan jika tidak memulainya dari A.

Sahabatku, mulailah dan jangan pernah menunda walau sesaat, Allah SWT. tidak hanya melihat apa yang ingin kita dapatkan akan tetapi Allah SWT juga ingin melihat usaha apa yang telah kita lakukan. Mulailah dengan hati yang ikhlas, lakukanlah dengan kesabaran serta akhirilah dengan kesyukuran. Hanya dengan itu yang dapat menghantarkan kita kepada  keberhasilan dunia dan keberasilan akhirat.

MULAILAH DARI HATI

Ketuklah pintu hati jika pintu hati sudah terbuka semua pintu-pintu lain akan ikut terbuka.Tempat terbaik untuk mengawali perubahan adalah hati. Ini karena, hati yang baik akan menyebabkan anggota yang lain ikut baik. Jika hati buruk, akan buruk pula semua anggota lainnya.

Begitulah besarnya pengaruh hati terhadap diri seseorang. Al-Ghazali dalam kitab  Ihya ‘Ulumuddin  menyebutkan bahwa hati adalah raja dan anggota tubuh lainnya adalah tentra yang mengikuti setiap perintahnya.  Jika raja itu baik, maka baik pulalah tentranya dan jika rajanya buruk maka buruk jualah tentranya.
      
Setiap perbuatan ditentukan oleh hati. Oleh karena itu pujuklah ia supaya menjadi baik. Rayulah ia supaya mau melakukan perbuatan yang mulia. Beri ia dorongan sehingga mampu membawa diri kepada ketinggian dan kesabaran. Paksalah ia untuk bertaubat dan berhijrah. Hanya hati yang bersih yang mau menerima kebaikan dan kebenaran yang seterusnya dapat membawa perubahan kepada diri sendiri.

Ketuklah pintu hati. Apabila ia terbuka, pintu kebaikan pun akan terbuka. Mintalah pertolongan kepada Allah SWT. supaya pintu itu terbuka sehingga terjadi perubahan-perubahan yang membawa kepada amal sholeh.  Sangat besar pengaruh hati dalam diri. Apabila ia sudah terbuka, pasti akan mencintai tujuannya ( Allah SWT ) dan mencintai jalanya ( islam ) untuk sampai ke tempat tujuan itu. Yang mana cinta itu akan menggerakan hatinya untuk melangkah dengan tanpa ada rasa malas dan lemah.

Hati yang terbuka akan mampu merubah rasa benci menjadi cinta, seperti Umar Bin al-Khattab yang awalnya sangat membenci Rasulullah bahkan sampi ingin membunuhnya, tetapi kemudian berubah menjadi orang yang paling mencintai Rasulullah dan mendukung perkembangan islam. Karena perubahan hatilah yang membuat para sahabat –sahabat yang menentang rasulullah menjadi hebat, nama mereka selalu disebut-sebut hingga kini.
Segala sesuatu yang dimulai dari hati, tentulah ia akan menghasilkan hal-hal yang baik. Ia seakan menjadi panutan terpenting yang tidak boleh kita abaikan begitu saja. Mendengar dan mengikuti setiap bisikan yang ia perintahkan adalah jalan terbaik untuk menatap masa depan yang lebih baik. Bukan dengan cara-cara yang mengedepankan hawa nafsu semata. Yang kapan saja bisa merusak dan mencampur adukkan prinsip-prinsip kehidupan. Dan pada akhirnya kita pun akan menyadarinya. Semua hanyalah fatamorgana  yang menipu. Karena itu, jangan terburu-buru dalam hal apa pun. lihat dan dengarlah apa kata hati. Sebab,  ia akan mengantarkan menuju jalan yang benar.

Hati yang berbolak balik dapat mengubah niat kita yang ingin bertaubat dan mencari hidayah Allah SWT. Jauh di sudut hati kita, sebenarnya kita selalu mencoba mengubah diri untuk menjadi lebih baik dan bertaubat kepada Allah. Setiap kali kita mencoba untuk sholat lebih awal tapi bila waktunya tiba, rasa malas pun menghampiri. Sehingga kita menangguh-nagguhkan pertemuan dengan Allah SWT.

Tetapkanlah hati pada satu tujuan yang pasti. Arahkan ia kepada kebaikan. Jangan biarkan ia terombang ambing tanpa arah dan tujuan.  Karena ia akan menentukan jalan akhir dari sebuah kehidupan. Apakah kehidupan itu bahagia atau malah sengsara. Jika kita mampu mengendalikannya, sudah pasti kebahgaiaan yang akan kita dapatkan, tapi jika tidak, maka kesengsaraanlah yang akan kita terima.

MULAI DENGAN NIAT KARENA ALLAH SWT

Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)

Niat adalah sebuah potensi yang dapat menggerakkan dan mewujudkan apapun yang kita inginkan, entah itu adalah kebaikan, kesuksesan dunia akhirat, cita-cita mulia, kekayaan yang berkah, hubungan yang harmonis, kedamaian bahkan kesehatan. Segala sesuatu tergerak dari niat. Dengan kuatnya niat akan menggerakan pikiran dan tindakan ke arah tujuan yang kita inginkan. Ada 3 cara membentuk kekuatan niat:

1. Diyakini dalam hati.
2. Diucapkan dengan lisan
3. Dilakukan dengan amal perbuatan.

Setiap orang mempunyai niat untuk berubah menjadi lebih baik dan taat kepada tuhan-Nya. tapi sanyangnya sandaran niat setiap orang itu selalu berbeda. Penyandaran niat sangat penting untuk kita tanamkan dari hati yang paling dalam untuk mencapai apa yang kita inginkan dengan menyandarkannya hanya kepada Allah SWT. Karena dengan demikian kita akan mendapatkan hasil di dunia dan juga di akhirat.

Niat merupakan suatu permulaan yang penting. Orang yang melakukan amal baik sekalipun, jika niatnya bukan karena Allah SWT. maka amalan itu hanya bernilai dimata manusia, tetapi tidak bernilai sama sekali disisi Allah SWT. Niat menjadi sebuah awalan dari seluruh perbuatan yang dilakukan oleh manusia dalam setiap aktivitasnya. Jika dari pertama sebelum memulai, berniat karena Allah, maka hasil yang akan didapatkan akan baik dan diridhoi Allah pula, begitu pula hal sebaliknya.

Perubahan hanya dapat terjadi jika terdapat kekuatan yang cukup besar untuk mulai menggerakkan roda perubahan. Kekuatan disini adalah kekuatan niat karena Allah. Niat adalah komitmen untuk menetapkan jalur yang akan dijalani sebelum mulai meletakan langkah pertama pada jalur tersebut. Kekuatan tersebut sangat besar, karena itu tingkatkan kualitas niat yang kita miliki hanya untuk mencari keridhoan Allah SWT.

Rasulullah SAW pernah menceritakan kisah 3 orang “pahlawan” yang  masing-masing disebut sebagai mujahid ( orang yang berjuang dijalan Allah ), qari’ ( orang yang rajin dan pandai membaca al-Qur’an, dan dermawan ( orang yang suka membantu orng lain). Amal mereka sangat hebat, sehingga dikenal dengan amal yang istimewa itu. Ketika 3 orang ini dibangkitkan pada hari akhirat dan ditanya dihadapan Allah SWT. mereka mengaku  semua amalan yang telah mereka lakukan di dunia karena Allah. Tetapi Allah mengetahui rahasia hati dan niat mereka, mereka melakukan itu semua karena hanya ingin dipuji oleh manusia. Maka amal perbuatan mereka ditolak dan mereka dimasukkan kedalam Nereka. ( H.R.Muslim ).

Jika awalnya tidak baik (niat), ,maka akhirnya pun tidak akan baik ( akhirat). Mulailah semua perbuatan itu dengan niat karena Allah SWT. mungkin hal itu kecil bagi kita, tapi nilainya besar disisi Allah SWT. ia memberi nilai dari sebuah perbuatan yang dilakukan. Beberapa orang bisa saja melakukan perbuatan yang sama, tetapi nilainya berbeda di sisi Allah SWT.  dikarenakan niat mereka yang tidak sama.

Abdullah bin al-Mubarak pernah berkata, “ amal perbuatan yang kecil bisa jadi besar disebabkan niat dan begitulah sebaliknya.

Oleh karena itu, periksalah niat setiap saat dari waktu kewaktu, pastikan ia menjadi sebuah permulaan yang mengandung nilai yang besar, tidak hanya disisi manusia tapi juga disisi Allah SWT. Sekarang tanyalah diri kita masing-masing sebelum memulai pekerjaan, apa niat kita yang sebenarnya? Apakah niat kita karena Allah atau karena hal lain? Niat karena Allah itu akan mengikat setiap pekerjaan dan dapat memberikan nilai  padanya. Jangan sampai kita lelah bekerja, namun semuanya sia-sia atau tidak ada nilainya di sisi Allah SWT. sebagaimana yang tersirat dalam hadis nabi SAW:

Sesungguhnya engkau tidak berinfak dengan infak untuk mencari keridhoan Allah SWT ( niat karena Allah ) melainkan engkau diberi pahala karenanya, walaupun sekedar sesuap nasi yang engkau suapkan kemulut istrimu. ( H.R.Bukhori ).

Niat karena Allah bukan hanya mendatangkan nilai kepada perbuatan, tetapi juga dalam mewujudkan dorongan atau motivasi dalam suatu pekerjaan. Jika niat karena Allah SWT pasti kita akan ikhlas dan semangat dalam melakukannya.

Niatkanlah setiap pekerjaan kita semata-mata karena Allah SWT. kita mungkin tidak sempat merasa hasilnya di dunia, tapi kita pasti menerimanya diakhirat kelak. Begitulah pentingnya niat. Oleh sebab itu, orang –orang sholeh bukan hanya berniat dalam perkara-perkara wajib dan sunnat, bahkan dalam perkara yang harus sekalipun seperti makan, minum, berolahraga dan lain sebagainya.

Orang yang mempunyai niat karena Allah, Allah akan memudahkannya untuk mendapatkan apa yang ia niatkan. Jika diberi amanah pekerjaan, maka berniatlah karena allah dalam menjalankan pekerjaan itu. Jika diberi peluang menuntut ilmu di sekolah dan univesitas berniatlah karena Allah. Sekarang ini sangat banyak mereka yang bekerja hanya untuk menumpuk harta dan mereka yang belajar hanya untuk mendapatkan pekerjaan, Padahal semua  itu dapat kita raih karena izin Allah SWT. maka pantaskah kita menafikan Allah dalam setiap kegiatan yang kita lakukan ? sama sekali tidak. Oleh karena itu lakukanlah dengan niat karena Allah SWT.


“Niat itu seperti surat, bila salah alamat maka akan salah tempat”

Meluruskan niat menjadi dasar untuk memulai menjadi pribadi yang bermanfaat, hijrah dari pribadi yang buruk menjadi pribadi yang baik. Niatkan bermanfaat karena Allah, maka jalannya pun akan dibukakan, dan kebaikan-kebaikan akan datang mendekat, jika kebaikan telah menyertai, kita pun akan mudah menyebarkan kebaikan itu kepada yang lain. Hanya bermula dari niat yang baik, bisa menjadi bermanfaat. Apalagi jika melakukan perbuatan yang baik, tentu bermanfaat bagi banyak orang serta membuat orang lain melakukan hal demikian pula.

Seperti dalam pesan teladan abadi kita Rasulullah saw, bahwa Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menulis semua kebaikan dan keburukan. Barangsiapa berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia tidak melakukannya, Allah Azza wa Jalla menulis di sisi-Nya pahala satu kebaikan sempurna untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia melakukannya, Allah menulis pahala sepuluh kebaikan sampai 700 kali, sampai berkali lipat banyaknya. Barangsiapa berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia tidak melakukannya, Allah Azza wa Jalla menulis di sisi-Nya pahala satu kebaikan sempurna untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia melakukannya, Allah Azza wa Jalla menulis satu keburukan saja.(HR. Bukhâri dan Muslim 131).


KATAKANLAH “YA ALLAH”

Semua yang ada dilangit dan di bumi selalu meminta pada-Nya. ketika laut bergemuruh, ombak menggunungn dan angin bertiup kencang menerjang, semua penumpang kapal akan panik dan menyeru “ya Allah”

Ketika seseorang tersesat dipadang pasir, kenderaan menyimpang jauh dari jalurnya, dan para kafilah bingung menentukan arah dan tujuannya, mereka akan berseru “ya Allah”

Ketika bumi terasa sempit, jiwa dilanda gundah gulana, musibah menimpa, bencana melanda, dan tragedy terjadi, mereka yang mengalaminya akan selalu berseru “ya Allah”

Ketika semua cara tidak lagi mampu menyelesaikan, setiap jalan terasa sempit, segala harapan sudah terputus, jalan pintaspun mulai buntu, pintu-pintu permintaan telah tertutup, dan tabir- tabir permohonan digeraikan,  orang-orang akan mendesah” ya Allah”

Kita  mengingat-Nya disaat malam begitu gelap gulita, dan meyebutnya disetiap apapun yang melanda hidup, pantaskah kita melakukan segala sesuatu tanpa berniat karena-Nya?

Setiap ucapan baik, doa yang tulus, rintihan yang jujur, air mata yang menetes penuh keikhlasan, dan semua keluhan yang menggandahgulanakan kehidupan adalah hanya pantas ditujukan kehadirat-Nya dan berniat karena-Nya.

Niat karena Allah bukan hanya mendatangkan nilai kepada perbuatan, tetapi juga dapat mewujudkan dorongan atau motivasi dalam suatu pekerjaan dalam menjalani kehidupan.

MULAILAH DENGAN NAMA ALLAH

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (Q.S.Al-fatihah:1)

Allah Subhanahu wa ta’ala telah memulai Al-Qur’an dengan kalimat Bismillahirrohmanirrohim, sebagai isyarat agar manusia memulai segala aktifitasnya dengan lafaz ini. Setiap aktifitas yang kita lakukan tidak akan sempurna tanpa dimulai dengan Bismillah, seperti Sabda Rasulullah SAW yang amat populer:

“Segala sesuatu yang tidak dimulai dengan bismillah akan buntung (tidak sempurna).”

Tapi kenapa harus demikian? Mengapa kita harus memulai segala sesuatu dengan nama Allah? Simak alasan berikut ini;

Kita adalah makhluk yang sangat terbatas dihadapan Allah yang begitu agung. Sebesar apapun perbuatan kita pada hakikatnya sangat kecil dan perlahan akan sirna. Namun jika perbuatan kecil itu kita hubungkan dengan Dzat Allah yang tak terbatas, suci dan kekal, maka perbuatan itu akan menjadi agung dan kekal pula. Sebesar apapun kemampuan yang kita miliki, sebenarnya kita hanyalah makhluk yang lemah. Bagai setetes air ditengah samudra yang luas. Namun jika setetes air itu menyatu dengan samudra kekuasaan Allah yang begitu agung maka terasa air itu akan menjadi besar dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Tetesan itu mampu merubah segalanya.

Sebagai muslim, kita diperintahkan untuk memulai setiap perkerjaan dengan mengucapkan Bismillahirrohmanirrohim. Serta mengucapkan Alhamdulillah  apabila selesai melaksanakan pekerjaan tersebut.  Dengan itu kita sadar semua itu datang dari Allah dan kita mengharapkan ridho-Nya.

Dengan mengucapkan Bismillahirrohmanirrohim menunjukkan suatu permulaan yang baik, dengan bersandar kepada Alllah SWT. dengan mengharapkan kasih sayang dan rahmatnya yang meliputi pekerjaan yang kita lakukan.

Ketika makan kita mengucapkan Bismillahirrohmanirrohim. dengan demikian kita sadar rezeki itu datang dari Allah dan kita mengharapkan keberkahan dari makanan tersebut. Dan mengucapkan Alhamdulillah jika mengakhirinya. Selain itu, ucapan bismillah juga dapat menghalang syaitan agar tidak ikut serta dalam menikmati makanan tersebut. hal ini sesuai hadis Rasulullah SAW:

Rasulullah saw pernah melihat seorang laki-laki makan tanpa mengucapkan Bismillahirrohmanirrohim. Namun sebelum menghabiskan suapan terakhir, lelaki itu teringat lalu mengucapkan “Bismillahirrohmanirrohim wa awwaluhu wa akhiruhu.” rasulullah saw tertawa melihatnya dan berkata ,“ demi allah syaitan ikut makan bersamamu sampai engkau menyebut nama Allah. Syaitan kemudian memuntahkan semua yang masuk kedalam perutnya setelah ucapanmu itu.” ( H.R. Ahmad, Abu Daud, Nasa’i ).

Ketika  kita memulai segala aktivitas dengan menyebut nama Allah SWT. Hal ini akan menjadi sebuah kekuatan. Karena disaat seseorang menyebut nama Allah, disaat besamaan pula  Allah akan menyertainya.

Menaiki kendaraan, kita ucapkan Bismillahirrohmanirrohim, ketika keluar dan masuk rumah juga demikian. Begitu juga dengan semua aktivitas yang kita lakukan sepanjang hari. Kita mengharapkan barokah dari semua aktivitas tersebut. jika tidak menyebut nama Allah, dengan nama siapa lagi kita memulai pekerjaan? Bukankan semua nikmat dan kebaikan itu datangnya dari Allah SWT.

Kaum muslimin terdahulu selalu memulakan setiap aktivitas mereka dengan menyebut nama Allah. Mereka memulakan setiap tulisan, surat, buku dan acara dengan bismillah Tidak ada rasa malu maupun janggal, bahkan mereka merasa bangga melakukannya. Hal ini berbeda dengan kita, yang selalu merasa malu dan janggal bila memulai sesuatu aktivitas dengan menyebut nama Allah SWT. 

Ucapan bismillah   Adalah permulaan yang baik yang artinya kita ingat kepada Allah ketika kita ingin memulai suatu pekerjaan. Kita berharap agar pekerjaan itu diterima sebagai amalan baik oleh Allah sehingga dengan itu Allah mencukupkan apa-apa yang kurang, menjadikan mudah perkara yang susah dan melapangkan perkara-perkara yang sempit.

Ucapan bismillah itu sangat mudah untuk dilafazkan, tetapi banyak orang yang merasa berat untuk melakukannya bahkan tidak sedikit yang melupakannya. Mungkin karena kita melihatnya suatu perkara yang tidak penting.  Lupakah kita bahwa semua yang kita miliki saat ini merupakan milik dan pemberian dari Allah. Akankah kita menjadi hamba yang tidak menyadari akan hal itu?. Oleh karena itu mulakanlah setiap aktivitas kita dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrohiim, agar akhirnya menjadi sesuatu yang indah.

Marilah membiasakan memulai langkah dengan selalu meyertakan Allah dalam setiap aktivitas yang kita lakukan, mulailah dengan nama Allah dengan mengucapkan Bismillahirrahamanirrahim, sebagai sebuah langkah awal dengan keyakinan bahwa Allah akan selalu menyertai kita disaat namanya kita sebut di awal pekerjaan yang akan kita lakukan. Ingatlah! Utamakanlah tuhanmu, maka engkau akan diutamakan.





Mencari Hidayah Tuhan













Hijrah 2
LANGKAH KECIL
MENUJU SYURGA

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.” (Q.S. adz-Dzariyaat: 56)


S
ungguh menakjubkan bahwa semua kehebatan dan kebesaran itu bermula dari satu kebaikan yang kecil. Setiap perkara di dunia ini ada awal dan ada pula akhirnya. Kita perlu tahu dengan yakin dan pasti apakah akhir yang ingin kita capai. Akhir atau tujuan itu sangat perlu kita renungkan dan pahami dengan sebenar-benarnya. Apabila tujuan  yang akan dicapai sudah pasti, maka perlu pula diketahui jalan terbaik untuk mencapai tujuan itu. Setelah tujuan dan jalannya dekatahui pasti, barulah memulai langkah pertama. Jangan lakukan secara terbalik; memulai langkah tanpa mengetahui arah dan tujuan, hal ini sesuatu yang sulit walaupun banyak orang yang melakukannya.

Sebelum kita mengetahui tempat yang akan dituju, tidak ada gunanya kita memilih jalan yang akan kita lewati. Karena semua jalan itu tidak akan membawa kita ketempat tujuan yang sepatutunya.
Jalan itu hanya berguna jika kita sudah menentukan tempat yang akan dituju. Setelah tempat ditentukan, barulah langkah pertama kita mulakan. Meskipun hanya satu langkah yang kecil dan permulaan yang sederhana, pada akhirnya ia akan tetap membawa kepada sesuatu yang besar dan bermakna menuju tempat yang sudah ditentukan sebelumnya.

Hidup ini sangat penting dan kita hanya menjalaninya sekali saja. Maka alangkah ruginya seribu langkah yang kita jalani tanpa tahu kemana akhirnya. Detik, menit, jam, hari, dan tahun kita lalui, namun tanpa sadar apa sebenarnya yang akan kita harapakan.

Nafas-nafas telah dihembuskan, ribuan kilo kubik oksigen yang sudah kita hirup, puluhan ton makanan yang kita konsumsi telah menjadi sampah, jutaan energi yang sudah kita hasilkan dalam segala gerak gerik yang kita lakukan, tapi kemanakah ia membawa dan menghantarkan kita? Apakah Kepada satu tujuan yang baik? Atau kepada ketidak tahuan dan kebingungan? Atau malah kepada jalan yang sesat? Jika hidup ini mengarah kepada kebingungan apalagi jika mengarah kepada kesesatan, alangkah ruginya kita dalam menjalani kehidupan ini. kita hanya menghabiskan waktu dan berputar-putar tak tentu arah dan tujuan. Bagaimana jika kematian menjemput kita, tidakkah kita bertambah bingung dan tersesat.

Hidup tanpa tujuan samalah seperti naik bus tanpa destinasi ( tempat yang akan di tuju ). Walaupun kedua-duanya dalam sekala yang jauh berbeda. Naik bus tanpa destinasi, kita akan sesat dijalan. Namun jalan pulang masih boleh dicari. Bagaimana jika hidup tanpa destinasi? Sama sekali tidak ada jalan pulang. Hanya penyesalan yang tidak berkesudahan yang akan mengiringi kita kedalam kubur.

Coba kita banyangkan situasi ini. seorang pemuda menaiki sebuah kereta api. kereta api bergerak dari satu setasiun ke setasiun berikutnya, namun pemuda itu terus duduk di dalam kereta api tersebut hingga tidak ada penumpang selain dia. Apabila ditanya, hendak kemana ia akan pergi, dia menjawab,” saya tidak tahu. Turunkan saja dimana-mana.”

Ini jawaban yang sangat bahaya! Janganlah sekali-kali kita minta diturunkan dimana-mana saja, Kenapa ? karena jika kereta api yang kita naiki itu tidak pergi ke stasiun yang pertama, sudah pasti ia pergi ke stasiun yang kedua. Artinya jika kita terjemahkan dalam menjalani kehidupan ini, setasiun terakhir kehidupan ini hanya ada dua, jika tidak berakhir dengan kesudahan yang baik ( syurga ) sudah pasti berakhir dengan kesudahan yang buruk (  neraka).

SALAH ARAH
      
Baiklah, sekarang kita sudah menentukan tempat yang akan dituju. Langkah berikutnya adalah pilihlah jalan yang akan membawa kita ketempat tujuan itu. Mungkin ada banyak jalan yang menuju kesitu, akan tetapi pilihlah jalan yang tepat. Jalan itu mungkin sulit untuk dilalui. Memang sudah lumrah, untuk mendapatkan sesuatu yang besar dan baik, selalu ada hambatan dan rintangan yang harus kita lewati.

Bagaimana jika kita salah memilih jalan? sudah pasti kita tidak akan sampai ketempat yang akan dituju. Jika inign kehulu, maka jangan ambil jalan kehilir. Kalau ingin ke syurga, maka jangan pilih jalan ke neraka!

Jika kita salah pilih jalan kemudan sadar dipertengahan jalan, kita masih ada kesempatan untuk menukar arah. Ini prinsip yang sangat sederahana. Tapi banyak orang tak melakukannya. Seperti kisah seorang ibu di mesir yang tersalah dalam menilai hidup. ia selalu bersedih disaat musim panas karena teringat anaknya yang pertama dan juga sedih disaat musim hujan tiba karena teringat anaknya yang kedua. (baca Abdurrohim hrp; Mengungkap Motivasi Kehidupan dengan Al-Qur’an, Yogyakarta : Wade Group. h. 104).

Semua orang pasti mengatakan aku ingin ke syurga, namun sebahagian dari mereka memilih jalan yang salah. Apabila diberitahu kepadanya jalan itu bukan jalan ke syurga, dia tetap dengan keyakinannya tanpa menghiraukan orang yang mengingatkannya. Jika ia ditanya bagaimana ia yakin akan jalan yang ditempuhnya itu jalan ke syurga, ia menjawab, hanya menurut andaian dan sangkaan saja.

Bukankah Allah SWT. dan Rasul-Nya telah memberikan jalan menuju ke syurga? Jalannya adalah dengan mengikuti ajaran Rasulullah SAW. melalui al-Qur’an dan sunnah. Tidak mungkin sampai ke syurga jika mengikuti jalan yang dipandu syaitan laknatullah. Sebagaimana Rasulullah SAW  bersabda:  

“Seluruh umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang menentangku." (H.R.Bukhori)

Orang–orang yang bertakwa pastilah bersungguh-sungguh dan berhati-hati dalam memulai dan menjalani hidup mereka. Memperhatikan setiap langkah yang mereka lakukan, apakah langkah itu di ridhoi Allah SWT atau sebaliknya.

Al-Hasan berkata, “ aku tidak melihat dengan mataku, berbicara dengan lidahku, bergerak dengan tanganku dan berjalan di atas kakiku hingga aku berpikir apakah semua ini dalam ketaatan atau kemaksiatan. Jika dalam ketaatan, aku teruskan. Jika dalam kemaksiatan aku tinggalkan.

Jadi hendaklah kita memastikan tujuan dan mengetahui jalannya. Jika dua perkara ini sudah ditetapkan, mulailah melangkah ke arah tujuan. Destinasi yang dituju mungkin jauh, jalan yang dilalui mungkin sangat sulit, tapi yakinlah dengan izin Allah SWT. kita pasti akan sampai. Jangan sekali-kali menyerah, kalah dan putus asa. Kuatkan niat hanya untuk mencari keridhoan Allah SWT. lakukanlah segala sesuatu dengan penuh keikhlasan InsyaAllah semua hambatan dan rintangan terasa mudah  dan ringan.







Mencari Hidayah Tuhan









Hijrah 3
ANGGAPLAH HARI INI
HARI TERAKHIRMU

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya (ajal) mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.(Q.S. Al-'A`raf : 34)

B
erapa lama lagi kita akan hidup? 10, 20, 30 atau sekedar satu tahun lagi dan bahkan lebih cepat? Saya yakin dan percaya tidak ada seorangpun yang mampu untuk menjawabnya. Jika mendengar ada sahabat atau saudara kita meninggal dunia karena sakit atau serangan jantung, bagaimana perasaan kita? coba bayangkan, apakah orang yang mati itu pernah membayangkan sebelumnya bahwa ia akan mati pada saat kematiannya itu? Tentunya tidak saudaraku.

Jadi, bagi kita yang akan menyusul mereka  meninggalkan dunia untuk selamanya juga tidak pula tahu saat kematian itu tiba ( sama seperti simayat sebelumnya), oleh karena itu seharusnya mengajar kita agar tidak menunda. Jangan sekali-kali menunda untuk berbuat baik, meminta maaf, memaafkan orang lain, beribadah kepada Allah SWT, dan melakukan keputusan-keputusan yang tepat. Sementara waktu masih ada, usia masih bersisa, kesehatan masih kuat, kelapangan masih dapat dikendalikan, kekayaan masih dalam genggaman. Maka dari itu kelola waktu dengan sebaik-baiknya, gunakan usia muda sebelum tua, manfaatkan kesehatan sebelum sakit, gunakan lapang sebelum datang masa sempit, dan gunakan kekayaan seblum datang kemiskinan. Jadilah “si mati” yang telah beres segala kerjanya.

Bagaimana hendak mencapai rasa hati yang seperti itu?   Mudah saja “ingat mati selalu” . ingatkan diri kita sendiri bahwa hari ini mungkin hari terakhir kita di dunia. Apabila bangun dari tidur katakan kepada diri:
      
“Wahai diri, Hari ini mungkin hari terakhir aku hidup di dunia ini. Oleh karena itu, aku tidak akan menangguhkan ucapan kasih sayangku kepada semua yang akrab denganku, aku tidak akan menangguhkan amal kebaikan yang telah lama aku rencanakan, aku tidak akan menunggu lagi untuk meminta maaf dan memberi maaf kepada semua orang yang aku bersalah dengannya atau mereka yang bersalah denganku”.

Alangkah leganya kita meninggalkan dunia yang fana ini tanpa beban kerja yang belum dikerjakan dan menghadap Allah SWT dengan ketenangan. Katika itu, tentulah orang yang kita tinggalkan akan merelakan kepergian kita tanpa ada rasa terbebani, istri atau suami yang ditingglakan pasti merasa sedih, namun mampu menghadapinya dengan sabar karena tidak ada lagi rasa beban yang tersimpan. Segalanya sudah tuntas dan selesai. Ibu bapak akan terasa kehilangan, namun jauh disudut hati mereka ada rasa lega karena kita pergi sudah memiliki bekal yang cukup untuk menghadap sang Ilahi rabbi.

Mengingat mati itu sangat penting untuk menjalani kehidupan. Ia ibarat sebuah alat control yang menggerakkan amal bakti untuk bekal hidup sesudah mati. Hati yang ingat mati adalah hati yang mengetahui hakikat hidup. Hati yang ingat mati akan menggerakkan seluruh panca indra dan anggota tubuh lainnya untuk melakukan ketaatan dengan segera ( tanpa menunda). Ia umpama  “Deadline” (batas waktu)  yang menjadi peringatan untuk menyiapkan sebuah pekerjaan, malah lebih daripada itu. Hakikat bahwa mati itu datang secara tiba-tiba adalah satu ketergesaan, yang merupakan sebuah dorongan paksa untuk melakukan ketataan.

Coba renungkan,  jika seandainya benar sholat yang kita lakukan nanti adalah sholat yang terakhir, tentulah kita akan bersegera dan bersungguh-sungguh melakukannya dengan penuh rasa takut, penuh harapan, malu, cinta dan merasa hina menghadap Allah SWT. Mana mungkin kita menunda-nunda sholat  atau melaksanakannya sambil santai ( bergurau) jika kita meresakan itu sholat kita yang terakhir. Mungkin seorang pidana yang akan dihukum gantung sampai mati sajalah yang boleh menceritakan rasa hatinya ketika mengerjakan sholatnya yang terakhir!

Betapa sedihnya kita apabila kita tinggalkan isteri dalam keadaan marah-marah. Rupanya itulah  kali terakhir kita melihat wajah dan mendengar suaranya. Pasti ada rasa penyesalan, mengapa  kemarahan, wajah yang masam dan kata-kata kasar yang kita “ hadiahkan” ketika pertemuan terakhir itu? Ya, hal ini pasti akan kita rasakan, namun penyesalan tak berarti lagi, kita tidak mungkin pulang lagi karena telah pergi dan takkan kembali.

WAHAI JIWA SADARLAH!!

Berapa banyak orang yang benci ketika ada orang yang mengingatkan bahwa mungkin hari ini hari terakhir kita. Nafsu yang inginkan kelezatan dunia selalu berbisik, saat itu masih jauh. Dibelenggunya jiwa dengan berbagai alasan dan jastifikasi palsu. Ia selalu berkata dalam hatinya:
      
  !.

Mati akan memadamkan rasa lezat terhadap maksiat. Mana mungkin syaitan tegar membiarkannya. Lalu syaitan dan nafsu berpadu tenaga untuk melupakan manusia dalam berbuat baik  dan beribadah kepada Allah SWT. Hingga ajal menjemput untuk menghadap sang pencipta.

Jika diberi kesempatan, mereka yang sudah mati, pastilah menginginkan untuk mengingatkan kita yang masih hidup, malangnya mereka tidak akan pernah kembali untuk mengingatkan kita.

Apa yang telah dilihat, didengar dan dirasakan oleh mereka di alam barzah sana? Apakah kesesalan atau kelegaan? Kita tidak akan mengetahuinya karena kita akan diberi peluang untuk itu ketika kita sudah sampai disana.

Namun bagi orang yang beriman, tidak perlu jasad sampai ke alam barzah untuk mengetahui dan merasakan kebenarannya. Cukup ayat-ayat al- Qur’an dan hadis  yang menjelaskan hakikat hidup setelah mati. Inilah dibalik pesan hadis rasulullah SAW:  

“Demi tuhan yang jiwaku ini berada dalam genggaman-Nya. jika kamu semua tahu apa yang aku tahu, niscaya kamu banyak menangis dan sedikit tertawa. “ ( Riwayat al-Bukhari).
      
Kita tidak mungkin mendapat nasehat dari orang yang mati, tetapi kita dituntut untuk mendapat nasehat dari  kematian.  Sebagaimana rasulullah SAW. Berpesan dalam hadisnya:

“Cukuplah bagimu mati itu sebagai penasehat.”
(riwayat al- Baihaqi)

Lakukanlah yang terbaik menurut ajaran Allah SWT (al- Qur’an dan hadist ) selagi waktu masih ada, Jangan mengharapkan ganjaran, balasan dan ucapan terimakasih dari manusia, tentu kita akan kecewa. Umumnya manusia memang tidak pandai berterima kasih, apalagi untuk membalas budi. Memang betul berbuat baik dibalas baik, tetapi yakinlah tidak semua kebaikan itu Allah SWT Berikan “ disini (dunia). Ada yang Allah SWT sisakan disana (akhirat).

Semoga hari-hari kita tidak berlalu tanpa mengingat kematian. Kematian itu pasti dan setiap yang pasti itu dekat. Lalu apalagi yang ditunggu ? ucapkanlah, lakukanlah segala kebaikan yang selama ini kita tangguhkan. Mulailah dengan hati yang ikhlas, lakukanlah demi mencari kerdhoan Allah SWT. Perbanyaklah bekal untuk menghadap sang Ilahi rabbi, dan jangan meninggalkan “ hutang “ dengan manusia untuk menghadap Tuhan Yang Maha Esa.

Bekerja untuk mencapai kebahagiaan dunia itu baik, dan tidak ada larangan, namun jangan sampai melupakan amal untuk akhirat. Bekerjalah sesuai tuntunan yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya, bekerjalah untuk mencari kepentingan dunia dengan semangat hidup selamanya, tapi jangan lupa bekerja untuk akhirat karena mungkin kita mati esok harinya, sebagaimana pesan rasulullah SAW :

“Bekerjalah engkau untuk kepentingan duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah engkau untuk kepentingan akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok.” (Abdullah bin Amr bin al-Ash r.a.)






Mencari Hidayah Tuhan









Hijrah 4
KEBAIKAN MENIMBULKAN
KETENANGAN

...الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ....

“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dan tenang dengan mengingat Allah, ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi menjadi tentram.” (Q.S. Ar-Ra’d : 28)


K
ebaikan akan menimbulkan ketenangan, sedangkan kejahatan akan membuat hati menjadi resah dan gelisah. Apabila hati tidak tenang, itu pertanda dosa sudah membelenggu. Maka, bebaskanlah ia dengan kembali bertaubat kepada Allah SWT. kembalilah kepada sang Pencipta, kembali kepada jalan yang lurus untuk mencari kembali hidayah yang telah hilang.  Rasul SAW. bersabda:

Dari Wabishah bin Ma’bad, ia berkata,” aku datang kepada rasulullah saw, lalu baginda bersabda:

Adakah engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan? aku menjawab ”benar.”  Baginda bersabda; mintalah fatwa dari hatimu. Kebajikan itu adalah apa-apa yang menentramkan jiwa dan menenangkan hati. Mana kala dosa itu adalah apa-apa yang meragukan jiwa dan meresahkan hati, walaupun orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.”(H.R. Ahmad dan al-Darimi)

Mengapa manusia melakukan dosa? Padahal dosa itu meresahkan hati. Para ulama memberikan 3 sebab utama:

§  Tidak yakin kepada Allah SWT
§  Tidak yakin akan adanya hari pembalasan
§  Terlalu cinta kepada diri sendiri dan mengabaikan orang lain.

Pertanyaannya mengapa orang islam pun masih banyak yang melakukan dosa?

Jawabnya karena kita hanya percaya, tetapi tidak yakin kepada Allah SWT dan hari pembalasan. Jika ditanya, apa bedanya antara yakin dan percaya? Terlalu jauh bedanya. Percaya itu adalah akal. Ia dimiliki oleh pemikiran hasil belajar. Sedangkan yakin itu datangnya dari hati.  Ia dimiliki melalui jalan tarbiyah dan mujahadah.

Jika telah berhasil menggenggam sebab pertama dan kedua yaitu yakin kepada Allah SWT dan hari pembalasan. Maka Kedua sebab itu akan menumbuhkan sebab yang ketiga  yaitu ukhwah, persaudaraan dan kasih sayang. Dengan iman kepada Allah SWT, terbentuklah kasih sayang sesama manusia.

Jika ditanya siapakah manusia yang paling kasih kepada manusia lain? Jawabnya, mudah. Orang yang paling kasih kepada manusia lain adalah dia yang paling kasih kepada Allah SWT. Mengapa demikian?  Hal ini karena jika kita ingin mengasihi Allah SWT. maka Allah letakkan syarat agar kita turut mengasihi hamba-Nya. Allah meminta manusia yang hendak mengasihi-Nya menjadi perantara untuk  Dia mengasihi hamba-hamba-Nya yang lain. Kita harus menjadi perantara Allah untuk menyalurkan ilmu, rezeki, kasih sayang dan keadilan-Nya kepada manusia.

Justru, jika kenyataan ini kita pandang dari sisi lain, kita boleh tegaskan begini: “hanya orang yang hatinya benar-benar yakin kepada Allah saja yang bisa menabur kebaikan dengan jiwa yang ikhlas kepada manusia lain.

Jika ada manusia yang ingin menabur jasa dan kebaikan kepada manusia, tetapi tidak nampak sedikitpun keseriusannya untuk mendekati Allah SWT, maka kemungkinan besar ia hanya berpura-pura. Atau ia berbuat kebaikan untuk mengharapkan balasan yang lebih besar lagi.

Berapa banyak manusia yang membusungkan dada ketika berbuat kebaikan kepada manusia lain, tetapi mengabaikan hubungannya kepada Allah SWT. Mungkin sama banyaknya dengan manusia yang mengatakan hubungannya sangat dekat dengan Allah SWT, tetapi menghiraukan hubungannya sesama manusia.

Jangan pernah lupa bahwa “yakin kepada Allah SWT” adalah kunci dari segala kebaikan dan kejujuran.  Jangan juga lupa bahwa “cinta kepada dunia” adalah ibu dari segala kejahatan. Jika Allah dipinggirkan dari dalam diri, keluarga, masyarakat, atau sebuah negara, maka jangan sekali-kali kita percaya kepada ajakan diri, keluarga, masyarakat, atau sebuah negara itu untuk berjasa kepada manusia.

Seruan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT harus lebih mendominasi dari seruan-seruan yang lain. Dasar dakwah islamiyah adalah untuk mengajak orang ramai merdeka daripada penghambaan sesama manusia menuju penghambaan diri kepada Allah SWT, disamping itu menyadarkan manusia agar memburu kelapangan hari akhirat dengan meninggalkan kesempitan dunia dan meninggalkan kezaliman sistem hidup yang  dibuat manusia, demi untuk mendapatkan sistem hidup yang bersumber dari Islam.

MEMPERBAIKI HUBUNGAN KEPADA ALLAH

Hubungan antara Sang Pencipta dan yang diciptakan adalah suatu hubungan yang tidak mungkin dipisahkan. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah SWT, mustahil bisa berlepas diri dari keterikatan dengan-NYA. Bagaimanapun tidak percayanya manusia dengan Allah, suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar  manusia akan  mengikuti sunatullah yang berlaku di alam semesta ini.

Sesungguhnya hubungan antara Allah dan manusia sudah disadari oleh sebagian besar manusia sejak dahulu.  Mereka sudah mendudukkan Allah sebagai Rabb (pencipta alam semesta)  tapi mereka masih terhalangi, baik oleh kejahilan atau kesombongan,  untuk menempatkan Allah sebagai Ilah yang disembah/diabdi, (Q.S 39:67). Manusia yang demikian belumlah sempurna kehidupannya karena ia telah mengingkari  sesuatu  yang hak dan telah berlaku dzolim, dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang salah.  Mereka telah menempatkan  makhluk (hidup ataupun mati) sebagai ilah mereka.

Oleh karena itu seorang mukmin harus memahami bagaimana  hubungan  yang  seharusnya dibina dengan Allah SWT, sebagai Rabb dan Ilah-nya.  Hal yang penting  didalam membina hubungan itu, manusia  harus lebih dahulu  mengenal betul  siapa Allah. Bukan untuk   mengenali zat-NYA, tetapi mengenali  landasan dasar-NYA (masdarul ´ilmi)/ilmu-ilmu Allah. Dengan memahami bagaimana luasnya kekuasan dan Ilmu Allah, akan timbul rasa kagum dan takut  kepada Allah SWT sekaligus menyadari betapa kecil dan hina dirinya. Pemahaman itu akan  berlanjut  dengan  kembalinya  ia pada hakikat penciptaannya dan mengikuti landasan hidup yang telah digariskan oleh Allah SWT. Ia  menyadari  ketergantungannya kepada Allah dan merasakan keindahan iman kepada Allah.

Jika inti hubungan manusia dengan Allah adalah pengabdian atau ibadah, maka inti hubungan Tuhan dengan manusia adalah aturan, yaitu perintah dan larangan. Manusia diperintahkan berbuat menurut aturan yang telah ditetapkan Allah. Jika manusia menyimpang dari aturan itu, maka ia akan tercela, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Aturan itupun ada dua macam, pertama aturan yang dituangkan dalam bentuk hukum-hukum alam (sunnatullah) dan aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw.

Aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW, misalnya tentang perintah sholat, perintah zakat, perintah puasa, perintah haji, larangan berzina, larangan mencuri, larangan meminum arak, larangan memakan daging babi, dan lain-lain. Dalam hal ini, manusia diperintahkan menaati segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Adapun aturan yang dituangkan dalam hukum alam adalah, misalnya, api itu bersifat membakar, panas dan berbahaya.

Oleh karena itu, jika orang mau selamat, maka ia harus menjauhkan dirinya dari api. Sebagai contoh lain, benda yang berat jenisnya lebih berat dari air akan tenggelam dalam air. Dengan demikian, manusia akan celaka (tenggelam) jika masuk ke dalam air laut tanpa pelampung, sebab berat jenisnya lebih berat dari air. Demikianlah aturan yang dituangkan dalam kitab suci (āyah qur’āniyah) dan yang dituangkan dalam hukum alam (āyah kawniyah). Keduanya harus dipatuhi agar orang dapat hidup selamat dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat.

Maka dari itu perlu kita kemukakan, Dimana Allah SWT dalam keluarga, masyarakat dan diri kita. Apakah Allah swt sudah kita jadikan sebagai Pencipta Agung yang wajib kita taati perintah dan larangannya atau malah mengabaikannya?  Ini satu muhasabah yang perlu kita pikirkan jika kita benar-benar jujur untuk menjadi hamba yang baik dan mengerti akan tugas dan kewajiban kita sebagai manusia. Merekalah para rasul, nabi, sahabat-sahabat dan umumnya golongan salafussoleh yang harus kita ikuti jejaknya. Mereka adalah individu yang dekat dengan Allah SWT dan dekat kepada  manusia untuk mengetahui masalah manusia guna membantu menyelesaikan masalah-masalahnya.

ANTARA KETENANGAN JIWA, KEDAMAIAN HATI, DAN KEBENARAN


Pada zaman ini, banyak permasalahan yang dihadapi setiap manusia dan secara khusus kaum Muslimin, baik berkaitan dengan masalah lahir, batin, ataupun kejiwaan. Dari sini, muncullah berbagai ragam usaha untuk mengatasi problematika hidupnya. Tujuan utamanya, pada dasarnya hanya satu, yaitu; mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman hidup, dan ketenangan jiwa.

Yang amat disayangkan, munculnya anggapan keliru karena ketidakpahaman atau karena belum mengerti, bahwa tidak semua hal yang mampu mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa menunjukkan kebenaran sesuatu tersebut. Ya, kita bisa katakan benar, memang sesuatu tersebut dapat mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa. Namun permasalahannya, apakah semua hal yang bisa mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa bisa dibenarkan secara syar’i? Jadi, yang dimaksud “benar” disini adalah, benar secara tinjauan dan hukum syar’i. Jika tidak demikian, kita akan menemukan betapa banyak praktek-praktek yang memang telah terbukti mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa setiap orang. Sebagai contoh, sebutlah bersemedhi, bertapa, atau meditasi, atau terapi psikologis lainnya. Hal-hal tersebut memang terbukti mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa orang yang melakukannya. Namun, apakah syariat Islam yang mulia dan sempurna ini membenarkannya? Atau minimal mengizinkannya? Atau apakah kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa tersebut jika memang terjadi adalah hakiki dan abadi? Inilah permasalahannya.

Al-Imam al- ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Adapun di bawah derajat orang ini (yakni orang yang merasakan kelezatan dengan mengenal Allah dan bertaqarrub dengan-Nya), maka sangatlah banyak, dan tidak bisa menghitung banyaknya kecuali Allah. Bahkan, sampai pada derajat orang (yang masih bisa merasakan kelezatan dengan) melakukan hal-hal yang sangat hina, hal-hal yang kotor dan menjijikan, baik berupa perkataan maupun perbuatan.

Perkataan beliau ini menjelaskan, ternyata ada hal-hal yang memang terbukti mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa orang yang melakukannya, namun, tentu sangat berbeda derajat orang yang merasakan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa dengan cara bertaqarrub dan taat kepada Allah, dengan orang yang mencapainya tetapi dengan cara bermaksiat dan meninggalkan perintah-perintah Allah SWT.

Permasalahan ini, persis dengan seseorang yang mencari kesembuhan dari penyakit kronis yang dideritanya, sementara para dokter telah angkat tangan dari penyakitnya tersebut, lalu akhirnya, orang ini berobat ke dukun, kemudian sembuh. Maka, apakah kesembuhannya bisa ia jadikan dalil atas bolehnya berobat atau mendatangi dukun? Apakah kesembuhan yang ia dapati dengan izin Allah SWT menunjukkan bahwa dukun tersebut berada di atas al-Haq? Apakah kesembuhannya itu berasal dari cara yang dibenarkan oleh syariat Islam?.

Sebagai seorang muslim yang mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan taufiq-Nya, kita tentu tidak boleh ragu dan syak, bahwa kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa adalah salah satu sifat syariat Islam yang mulia dan sempurna ini. Itupun, harus dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat yang benar dalam beribadah. Yaitu, ikhlash hanya untuk Allah  semata, dan mutaba’atur rasul (mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam), sebagaimana yang telah banyak diterangkan oleh para ulama tentang masalah ini.

Dari sekilas penjelasan di atas, kita bisa pahami, bahwa merupakan kekeliruan jika ada seseorang yang berkata “Segala sesuatu yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa, maka hal itu boleh-boleh saja dilakukan, karena hal itu merupakan indikasi kebenaran sesuatu tersebut.”

Di manakah letak kekeliruan perkataan ini? Kita katakan:  “Memang, salah satu bukti benarnya sesuatu hal adalah timbulnya kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa pada si pelakunya. Dan ini merupakan salah satu sifat syariat Islam jika dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat yang benar dalam beribadah, sebagaimana telah diterangkan di atas. Namun, tidak semua yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa sebagai sebuah kebenaran.”

Seandainya orang itu hanya berkata “Segala sesuatu yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketentraman hidup dan ketenangan jiwa boleh-boleh saja dilakukan,” hanya sampai disini saja, mungkin masih bisa kita benarkan. Itupun selama perbuatan tersebut tidak melanggar syariat. Karena segala sesuatu yang dilakukan, selama tidak berhubungan dengan permasalahan ibadah, dan selama tidak ada dalil yang melarangnya, maka hukum asalnya adalah boleh, sebagaimana telah diterangkan oleh para ulama dan fuqaha.

Permasalahannya, jika kita perhatikan dan pelajari secara lebih dalam, hal-hal yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa yang banyak digemari orang saat ini, pada kenyataannya tidak mungkin dapat dipisahkan dari praktek ibadah, bahkan sangat berkaitan erat dengan masalah aqidah yang letaknya di dalam hati, sedangkan hati merupakan sumber dari kebaikan atau keburukan seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“…Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila ia (segumpal daging) tersebut baik, baiklah seluruh jasadnya, dan apabila ia (segumpal daging) tersebut rusak (buruk), maka rusaklah (buruklah) seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah hati”.

Oleh karena itu, jika ingin selamat dari hal-hal yang dapat merusak agama kita, bahkan dalam hal aqidah, hendaknya seorang muslim senantiasa berhati-hati dan waspada, serta penuh pertimbangan demi keselamatan agamanya, dan bertanya, apakah perbuatan yang hendak dilakukan untuk pencarian kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya bertentangan dengan aqidah? Ataukah bagaimana?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,”Karena hati itu diciptakan untuk diketahui kegunaannya, maka mengarahkan penggunaan hati (yang benar) adalah (dengan cara menggunakannya untuk) berpikir dan menilai.
Berkaitan erat dengan permasalahan ini, sesungguhnya Allah SWT telah memberikan solusi bagi setiap muslim yang senantiasa ingin mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa yang hakiki dan abadi. Allah SWT berfirman:

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.”(Q.S. ar-Ra’d: 28).

Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullah- berkata,”……Sesungguhnya al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah telah menyebutkan di dalam kitab beliau yang sangat berharga, al-Wabil as- Shayyib sebanyak tujuh puluh sekian faidah dzikir. Dan di sini, kami akan sempurnakan untuk menyebutkan beberapa faidah dzikir lainnya, dari sekian banyak faidah yang telah beliau sebutkan di dalam kitabnya. Di antara faidah-faidah dzikir yang begitu agung, yaitu (dzikir) dapat mendatangkan kebahagiaan, kegembiraan, dan kelapangan bagi orang yang melakukannya, serta dapat melahirkan ketenangan dan ketenteraman di dalam hati orang yang melakukannya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala  pada surat ar-Ra’d di atas.

Kemudian beliau kembali menjelaskan dan berkata,”Makna firman Allah (وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم) adalah hilangnya segala sesuatu (yang berkaitan dengan) kegelisahan dan kegundahan dari dalam hati, dan dzikir tersebut akan menggantikannya dengan rasa keharmonisan (ketenteraman), kebahagiaan, dan kelapangan. Dan maksud firmanNya (أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ) adalah sudah nyata, dan sudah sepantasnya hati (manusia) tidak akan pernah merasakan ketentraman, kecuali dengan dzikir (mengingat) Allah SWT.

Bahkan, sesungguhnya dzikir adalah penghidup hati yang hakiki. Dzikir merupakan makanan pokok bagi hati dan ruh. Apabila (jiwa) seseorang kehilangan dzikir ini, maka ia hanya bagaikan seonggok jasad yang jiwanya telah kehilangan makanan pokoknya. Sehingga tidak ada kehidupan yang hakiki bagi sebuah hati, melainkan dengan dzikrullah (mengingat Allah). Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Dzikir bagi hati, bagaikan air bagi seekor ikan. Maka, bagaimanakah keadaan seekor ikan jika ia berpisah dengan air?”

Dari penjelasan yang begitu gamblang di atas, jelaslah sesungguhnya tidak ada penawar bagi orang yang hatinya gersang dan selalu gelisah, resah, dan gundah, melainkan hanya dengan dzikrullah.

Dzikrullah dapat dilakukan dengan dua cara, dengan mengingat Allah dan banyak berdzikir dengan bertasbih, bertahmid, bertahlil (mengucapkan Laa ilaha illallaah), ataupun bertakbir. Dan dengan memahami makna-makna al-Qur`an dan hukum-hukumnya, karena di dalam al-Qur`an terdapat dalil-dalil dan petunjuk-petunjuk yang jelas, serta bukti kebenaran yang nyata.

Namun, yang amat disayangkan, masih banyak kaum Muslimin yang belum memahami hal ini. Bahkan, untuk mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa, justru mencari-cari solusi selainnya. Padahal kepuasan hati, ketentraman hidup dan ketenangan jiwa yang hakiki tidaklah mungkin dihasilkan melainkan hanya dengan dzikrullah.

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “…Sesungguhnya, hati tidak akan (merasakan) ketenangan, ketenteraman, dan kedamaian, melainkan jika pemiliknya berhubungan dengan Allah SWT (dengan melakukan ketaatan kepada-Nya)… sehingga, barangsiapa yang tujuan utama (dalam hidupnya), kecintaannya, rasa takutnya, dan ketergantungannya hanya kepada Allah semata, maka ia telah mendapatkan kenikmatan dari-Nya, kelezatan dari-Nya, kemuliaan dari-Nya, dan kebahagiaan dari-Nya untuk selama-lamanya”.

Penjelasan beliau ini, juga menujukkan pemahaman, bahwa jika seseorang meninggalkan ketaatan kepada Allah SWT, atau bahkan bermaksiat kepada-Nya, maka hatinya akan sempit, gersang, selalu gelisah, resah, dan gundah. Sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta”. (Q.S.Thaha : 124).

 Salah satu penafsiran ulama tentang lafazh (مَعِيشَةً ضَنكاً) pada surat Thaha ayat ke-124 di atas adalah, kehidupan yang sangat sempit dan menyulitkan di dunia ini, disebabkan berpalingnya ia dari kitabullah dan dzikrullah. Ia akan merasakan kesempitan, kegelisahan, dan kepedihan-kepedihan lainnya dalam kehidupannya, dan itu adalah adzab secara umum.

Adapun kadar kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa seseorang, itu sangat bergantung kepada sejauh mana kedekatannya kepada Allah SWT. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Kelezatan (yang dirasakan oleh hati) setiap orang, bergantung pada sejauh mana keinginannya dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan (keinginannya dalam meraih) kemuliaan diri-Nya. Adapun orang yang paling mulia jiwanya, yang paling tinggi derajatnya dalam merasakan kelezatan (dalam hatinya), adalah (orang yang paling) mengenal Allah, yang paling mencintai Allah, yang paling rindu dengan perjumpaan dengan-Nya, dan yang paling (kuat) mendekatkan dirinya kepada-Nya dengan segala hal yang dicintai dan diridhai oleh-Nya.”

Itulah dzikrullah dan tha’atullah, sebagai kunci utama untuk membuka hati seseorang dalam merealisasikan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya. Sedangkan tingkatan tha’atullah yang paling tinggi dan agung adalah tauhidullah (mentauhidkan Allah). Dan (sebaliknya), tingkatan maksiat yang paling besar dosanya dan paling buruk akibatnya, adalah asy-syirku billah (menyekutukan Allah). Dengan kata lain, orang yang paling berbahagia, tenteram, dan tenang jiwanya adalah seorang muslim yang bertauhid dan merealisasikan tauhidnya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan orang yang paling sengsara hidupnya di dunia ini, dan tidak merasakan kebahagiaan, ketenangan, dan ketentraman jiwa yang hakiki dan abadi, adalah orang yang musyrik dan bermaksiat kepada Allah SWT.

BERINTERARAKSI BERSAMA ALLAH

Kemudian, adakah hal lainnya setelah berbuat baik, dzikrullah dan tha’atullah yang secara khusus mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa seseorang? Jawabnya, ada Yaitu shalat.

Hendaknya seorang mukmin menyibukkan dirinya untuk meraih kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya dengan melakukan shalat secara benar dan khusyu’. Dengan demikian, ia merasa tenang ketika berhadapan dengan Rabb-nya. Hatinya menjadi tentram, lalu diikuti ketenangan dan ketentraman tersebut oleh seluruh anggota tubuhnya. Dari sini, ia akan merasakan kedamaian hati dan ketenangan jiwa yang luar biasa. Dia memuji Rabb dengan segala macam pujian di dalam shalatnya. Bahkan, ia berkata kepada Rabb-nya إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan). Dia memohon kepada Rabb-nya segala kebutuhannya. Dan yang terpenting dari seluruh kebutuhannya adalah memohon untuk istiqamah (konsisten) di atas jalan yang lurus. Yang dengannya terwujudlah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dia pun berkata اِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Dia mengagungkan Rabb-nya saat ruku’ dan sujud, dan memperbanyak doa di dalam sujudnya.

Betapa indah dan agungnya komunikasi yang ia lakukan dengan Rabb-nya. Sebuah komunikasi yang sangat luar biasa, mampu menumbuhkan ketentraman dan kedamaian jiwa, sekaligus menjauhkan dirinya dari segala macam kegelisahan, keresahan, dan kesempitan hati dan jiwanya. Maka, tidak perlu heran, jika shalat ini merupakan penghibur dan penghias hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

… وَجُعِلَتْ قُـرَّةُ عَـيْـنِيْ فِي الصَّـلاَةِ .

“…dan telah dijadikan penghibur (penghias) hatiku (kebahagiaanku) pada shalat.”

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, setelah menjelaskan hikmah-hikmah dan beberapa keistimewaan shalat, beliau berkata : “… Kemudian, disyariatkan baginya untuk mengulang-ulang raka’at ini satu per satu, sebagaimana disyariatkannya mengulang-ulang (lafazh) dzikir dan doa satu per satu. Hal itu agar ia mempersiapkan dirinya dengan raka’at yang pertama tadi, untuk menyempurnakan raka’at yang berikutnya. Sebagaimana raka’at yang kedua untuk menyempurnakan raka’at yang pertama. Semuanya itu bertujuan untuk memenuhi hatinya dengan makanan (rohani) ini, dan mengambil bekal darinya untuk mengobati penyakit yang ada dalam hatinya. Karena sesungguhnya kedudukan shalat terhadap hati, bagaikan kedudukan makanan dan obat terhadapnya… Maka, tidak ada satu pun yang mampu menjadi makanan dan bagi hatinya, selain shalat ini. Maksudnya, (fungsi) shalat dalam menyehatkan dan menyembuhkan hati, seperti (fungsi) makanan pokok dan obat-obatan terhadap badannya”.

Dr. Hasan bin Ahmad bin Hasan al Fakki berkata,”Tatkala shalat dijadikan sebagai pembangkit ketenangan dan ketenteraman (jiwa), serta sebagai terapi psikologis, maka, tidak mengherankan jika sebagian dokter jiwa menganggapnya sebagai terapi utama dalam penyembuhan para pasien penyakit jiwa. Salah seorang di antara mereka ada yang mengatakan, sepertinya shalat ini salah satu terapi yang mampu mendatangkan kehangatan jiwa manusia. Sesungguhnya shalat bisa menjauhkan dirimu dari segala kesibukan yang membuatmu gundah dan resah. Shalat ini pun mampu membuatmu merasa tidak menyendiri dalam hidup ini. Mampu membuatmu merasakan bahwa Allah menyertaimu. Shalat pun ternyata mampu memberimu kekuatan dalam bekerja, yang sebelumnya dirimu tidak mampu berbuat apa-apa. Maka, pergilah ke kamar tidurmu! Lalu, mulailah melakukan shalat untuk menghadap Rabb-mu.”

Dr. Hasan bin Ahmad bin Hasan al-Fakki kembali menjelaskan: “Adapun sebuah shalat yang permulaannya adalah pengagungan dan pemuliaan terhadap Allah SWT dan shalat ini mengandung firman-Nya, pujian dan pengagungan kepadaNya, rasa tunduk yang sempurna si pelakunya kepada Rabbnya, maka tidak ragu lagi, shalat seperti inilah yang mampu menjadi perantara seorang hamba dalam berkomunikasi dengan Rabb-nya. Shalatnya ini bermanfaat baginya untuk memohon kepada Rabb agar (Dia) membebaskan dari segala kesulitan. Di samping itu, ia pun akan mendapatkan manfaat dan pahala yang besar di akhirat, serta kemenangan dengan mendapatkan ridha ar-Rahman (Allah Subhanahu wa Ta’ala). Dan kiaskanlah terhadap shalat ini seluruh ketaatan hamba terhadap Rabb-nya. Sungguh agama Islam adalah sebuah manhaj (metode, tata cara dan pola hidup) yang sempurna, yang sangat adil. Menjamin setiap orang bisa mencapai hidup bahagia di dunia dan akhirat. Dan ini sebagai sebuah kemenangan yang besar.

Semakin banyak kita mengingat Allah, pikiran kita akan semakin terbuka, hati akan semakin tenteram, jiwa akan semakin bahagia dan nurani akan semakin damai sentosa. Itu karena dalam mengingat Allah terkandung nilai-nilai ketawakkalan kepada-Nya, ketergantungan hanya kepada-Nya, kepasrahan tercurah kepada-Nya, berbaik sangka terhadap-Nya, dan pengharapan kebahagiaan hanya dari-Nya.





MENCARI HIDAYAH TUHAN









Hijrah 5

WAHAI DIRI
SADARLAH !!


وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).(Q.S. as-Sajadah: 21)


T
eknologi semakin canggih, malangnya jiwa manusia semakin tak bersih. Maka dengan kotoran jiwa itulah manusia mengendalikan teknologi. Akibatnya, hidup semakin susah. Bukan susah karena aspek fisik dan materi, akan tetapi semakin  meresahkan jiwa, perasaan dan mental.

Dengan segala macam alat perhubungan yang semakin maju, manusia semakin kreatif menciptakan dosa. Suami mencari kembali kekasih lama. Istri mengumbar masalah rumah tangganya di media sosial (facebook). Suatu setatus memfitnah setatus yang lain. Pihak yang lain membalas pula dengan kata nista dan hina.

Manusia terpaksa membayar harga yang sangat mahal untuk semua yang diistilahkan sebagai “pembangunan” dan “kemajuan”. Ini adalah “ tuhan baru” yang disembah setiap hari dengan melupakan segala prinsip dan nilai yang lebih suci dan maknawi. Manusia telah bertukar menjadi “ hewan berteknologi”  yang mengakibatkan hilangnya peran hakiki sebagai suami, isteri, anak, pemimpin, pengikut, pekerja dan majikan.

Suami berburu dunia maya, lalu meninggalkan alam nyata. Tak peduli keadaan sekitar, hanya terfokus kepada jari telunjuk yang mengarah kelayar kaca. Begitu juga isteri yang mengumbar aurat, menjual marwah, mengabaikan hak suami dan anak-anak sudah menjadi hal biasa.

Kadang terlihat dua orang saling berhadapan tidak berbicara sama sekali, karena salah satu atau keduanya sibuk main HandPhone, kalaupun bicara akhirnya tidak nyambung dan muncul sikap tidak peduli, ketika punya masalahpun tidak lagi mendatangi keluarga yang jauh bahkan yang terdekat sekalipun.

Gerak petualangan akan hebatnya bumi juga sudah diganti hanya dengan gerakan telunjuk dan jempol. Pahala-pahala berterbangan sia –sia sebagai resiko terburuk yang mungkin dimiliki, Sedangkan kita tidak kemana-mana dan memilih untuk diam tidak melakukan apapun selain gerakan jempol dan jari pada layar kecil yang penuh sihir itu.

Begitu juga remaja muslim, semakin sulit dikawal. Seks bebas meraja lela, obat terlarang ada dimana-mana. Akibatnya ? setiap 18 menit, seorang anak luar nikah dilahirkan dan puluhan remaja mati karena mengkonsumsi obat terlarang. Semua ini azab yang dekat sebelum azab besar di akhirat. Supaya dengannya kita kembali merujuk kepada Allah SWT. Sebagaimana yang dijelaskan pada surah as-Sajadah diatas.

DAMPAK TEKNOLOGI

         Dahulu ilmu dikejar, ditulis, dihafal, diamalkan dan diajarkan. Sekarang, ilmu diunduh, disimpan, dikoleksi, lalu diperdebatkan. Dahulu , butuh peras keringat, banting tulang, dan menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan ilmu. Sekarang, cukup peras kuota internet sambil duduk manis ditemani secangkir minuman dan snack.        
         Dahulu, ilmu disimpan didalam hati, menambah keimanan dan ketawaduan sehingga ilmu tetap terjaga dan bermanfaat baik untuk orang yang memilikinya maupun yang menerimanya.
      Sekarang, ilmu disimpan didalam gadget, laptop, dan computer, tidak berpengaruh bagi kehidupan dan tidak berdampak untuk perilaku dan sifat apalagi bermanfaat bagi yang memilikinya.
     Dahulu, harus duduk berjam-jam dihadapan guru, penuh rasa hormat dan sopan, sehingga ilmu merasuk kedalam jiwa bersama dengan keberkahan yang didapatkan. Sekarang, cukup tekan tombol atau layar sambil tidur-tiduran. karenanya ilmu merasuk bersama kemalasan yang tanpa disadari keberadaanya.
        Saudaraku, kita telah sampai diamana  bicara tanpa perlu suara, melihat tanpa perlu menatap, memanggil tanpa perlu teriak, bertamu tanpa perlu berkunjung. Hingga bicara hanya perlu  klik saja, melihat hanya perlu klik saja,  memanggil hanya perlu ping saja,, bertamu hanya perlu chat saja.
       Sosial media telah menjadi budaya dan al-Qur’an pun semakin terlupakan. Saat ini teknologi menjadi syaitan sembahan bagi setiap orang. Banyak yang awalnya hanya melihat-lihat, sampai mereka beradu pendapat,  dari yang sekedar coba-coba,  hingga melakukan sesuatu yang  nyata, dari tingkah yang dibuat-buat, sampai terang-terangan maksiat, hingga tidak sadar jemari ini terkadang berkhianat, menulis sesuatu yang tidak bermanfaat, hingga tidak sadar mata ini berkhianat  melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihat.
         Wahai diri ingatlah! Mata ini akan menjadi saksi atas apa yang kita lihat, jemari ini akan menjadi bukti atas apa yang kita tuliskan. Suatu hari apapun yang kita lakukan dengan anggota badan akan menjadi saksi dihadapan sang pencipta, maka dapatkah kita membantah dan menentangnya?
         Saudaraku, Sadarlah!!  jangan biarkan dia menjadi musuh kita dihari perhitungan nanti, gunakanlah dia sebagai ladang amal, ladang dimana kita bisa menanamkan kebaikan dari apa yang kita lihat, dari segala apa yang kita buat, dan dari apa yang kita ketik dilayar kecil (hp),  jangan menyia-nyiakan kesempatan baik demi hal yang buruk yang selama ini kita menyukainya. Karena semua itu merupakan bentuk nikmat yang membawa azab yang dekat sebelum azab besar di akhirat. Supaya dengannya kita kembali merujuk kepada Allah SWT.
BATU-BATU KECIL

Tuhan memanggil kita. Allah SWT “melambai” agar kembali kepadanya. Dia melontar kita dengan “ batu-batu kecil” ( ujian –ujian kecil ) agar kita sadar atas segala dosa yang telah kita lakukan. Allah SWT terlalu sayang kepada kita dengan tidak mengazab kita dengan “ batu-batu besar”. Tuhan memanggil kita melalui manisnya ketaatan. Namun, ingat ada masanya Dia memanggil  kita melalui azab yang besar, jika kita mengabaikan batu –batu kecil-Nya.

Bagi suami yang mencari cinta baru, lalu meninggalkan isteri dan rumah tangganya dalam keadaan haru, tunggulah bicara dosanya nanti. Suami yang durhaka akan ditipu oleh bahagia sesaat. Nanti dia akan menjerit lebih perih daripada apa yang diderita oleh istri dan anak-anaknya.

Begitu juga isteri yang durhaka. Belailah kembali suami dan anak-anak dengan ketaatan dan kelembutan, sebelum dirinya didera oleh kemarahan, kebosanan,dan kemurungan yang berkepanjangan.

Begitu juga pemimpin yang tidak adil, menyuap dan menipu daya. Semakin tinggi ia melonjak, semakin sakit apabila ia terhenyak! Setiap yang haram itu racun. Setiap yang durhaka itu pasti akan mendapatkan balasannya dari Allah SWT.

KEMBALI KEPADA KEBENARAN

Lalu bagaimana kini? Tidak ada jalan lain. Kembalilah kepada tuhan.

Carilah kebenaran itu yang datang daripada-Nya dan hadirkanlah ia dalam diri, keluarga dan masyarakat. Barang siapa yang mencari kebenaran, insyaAllah ia akan mendapatkan hidayah dan inayah-Nya.

Kebenaran itu bukan hanya dengan mengikut cara hidup orang berkuasa dan kaya raya, karena terbukti dalam sejarah betapa banyak orang yang berkuasa dan kaya raya menyeleweng dari kebenaran. Lihat saja betapa angkuhnya Firaun, Namrud, Haman, dan Qorun yang mempunyai segala-galanya, tetapi akhirnya binasa karena tidak mendapat kebenaran. Begitu juga kaum Ad dan Tsamud, semuanya musnah terkubur ditelan bumi dan kini hanya tinggal sejarah.

Berhati-hatilah karena kebenaran itu juga bukan dengan mengikut suara mayoritas. Allah SWT Telah mengesankan dalam al-Qur’an bahwa sedikit sekali hambanya yang bersyukur. Malah Allah  mengatakan dalam firmannya;

“ sekiranya kamu mengikuti kebanyakan manusia, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.”
(Q.S. al-An’am:116)

Lebih –lebih lagi pada akhir zaman, ketika islam akan kembali ter-asing (terpinggir) seperti awal kemunculannya. Suara kebenaran akan menjadi semakin minoritas yang menyebabkan ummat islam menjadi lemah dan tak berdaya. Yang akibatnya kejahatan dan kezoliman akan merajalela dan tak ada yang mampu untuk membendungnya. Kalau begini siapa yang harus disalahkan ?  dan kemana harus mengadu?

KEMBALI MENCARI TUHAN

Jalan satu-satunya hanya dengan kembali kepada Tuhan, sebagai tempat mencari kebenaran. Allah SWT Berfirman yang artinya:

“ kebenaran itu daripada tuhanmu, jangan kamu menjadi orang yang ragu-ragu.” (Q.S. al-Baqarah : 147)

Setiap yang datang dari Allah adalah kebenaran dan tegakkanlah dengan daya dan upaya. InsyaAllah kita akan Berjaya. Berjaya didunia dengan mendapat kesenangan hidup secara halal dan baik. Paling penting, Berjaya mendapat ketenangan hidup dengan mendapat “Qalbun saliim”  yaitu hati sejahtera yang tanpa dosa.

Kemudian anggaplah ketaatan itu hanya kecil dihati kita agar ia menjadi besar disisi Allah SWT. Namun jangan sekali-kali menganggap dosa dan kedurhakaan itu sesuatu yang remeh. Karena ia dapat mengahantarkan kepada kemungkaran dan kemaksiatan yang nyata. Sebaliknya , anggaplah kejahatan itu besar dihati kita, agar ia menjadi kecil disisi Allah SWT.

Marilah kita sadari bahwa “tangisan” si fasik  karena menyesali akan dosa besarnya lebih disukai Allah SWT. Daripada “keangkuhan” seorang  ahli ibadah yang tertipu karena merasa hebat akan  kebesaran  amalnya. Sekiranya tidak mampu menangis dengan dosa-dosa kita, namun janganlah kiranya hati kita “ biasa-biasa “ saja dengan dosa itu.

Dengarlah bisikan tuhan, penuhilah panggilan-Nya. berusahalah untuk mengerjakan apa yang ia perintahkan dan Jauhilah apa yang telah Ia larang, Agar petunjuk dan hidayah-Nya menghampiri kita. Jika tidak, tunggulah teguran dan azab Allah yang akan datang apabila kita terus –menerus durhaka dan berbuat dosa.






MENCARI HIDAYAH TUHAN











Hijrah 6
AKU MEMERLUKANMU KARENA
AKU MENCINTAIMU


إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا,  إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا , وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا.

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” (Q.S. Al Ma’arij: 19-21).


B
anyak hal terjadi dalam kehidupan ini yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Allah SWT menciptakan ujian-ujian bagi manusia untuk mengetahui mana manusia pilihan yang benar-benar mencintai-Nya dan mana manusia yang melalaikan-Nya.

Amat besar bedanya antara ungkapan “aku mencintaimu karena aku memerlukanmu” dengan “aku memerlukanmu karena aku mencintaimu.”
      
Ungkapan kedua lebih murni dan suci sifatnya. Itulah cinta yang sesungguhnya dan ikhlas karena Allah SWT. Begitulah seharusnya cinta kita kepada Allah SWT. Kita pasti memerlukan Allah karena kita memang mencintainya. Jangan kita mencintai Allah hanya ketika kita memerlukan-Nya. itu cinta yang palsu. Cinta yang fokus pada kepentingan sendiri, bukan kepada Allah, zat yang mesti dicintai.

Berapa banyak diantara kita ketika dilanda masalah, susah, gagal, terhimpit, sakit dan miskin baru merayu dan merintih kepada Allah. Ketika berada dalam kesulitan baru memperbaiki ibadah dan akhlaknya. Panjang doa dan sholatnya. Namun ketika masalah selesai dan hajat yang diinginkan sudah tercapai, dia kembali lalai, kufur, dan bahkan durhaka kepada Allah SWT. Tuhan diperlukan hanya pada waktu-waktu sulit saja. Sewaktu senang, tuhan kembali dipinggirkan dan dilupakan. Apakah ini yang dinamakan cinta?

CINTA YANG RAPUH

Ibadah orang yang mencintai Allah SWT hanya ketika sedang terdesak adalah cinta yang sangat rapuh. Apabila Allah SWT memberikan apa yang ia minta, ia menjadi lupa kepada pemberinya. Sebaliknya apabila yang ia minta tak kunjung tiba, ia menjadi kecewa, marah dan putus asa, dan mengatakan bahwa Allah SWT tak peduli padanya, tak pernah adil dengan dirinya dan ia selalu menyalahkan Allah dalam kehidupannya.
      
“ Mengapa tuhan tidak memperkenankan doaku?”
“Mengapa setelah lama aku berbuat baik, keadaanku masih seperti ini?”
Dia seakan-akan mendesak, bahkan memaksa dan menggugat tuhan dalam ibadat dan munajatnya.  Luntur dan gugur sifat kehambaan saat meminta. Secara tak sadar ia menjadi peminta yang ego. Ingatlah pesan Rasulullah SAW sewaktu senang,

Barang siapa yang ingin dibantu Allah SWT Saat ditimpa malapetaka dan kesempitan, maka perbanyaklah berdoa sewaktu lapang / senang .( H.R.al-Tarmizi )

Justru dalam hadis ini menerangkan, jika benar mencintai Allah, maka ingatlah ia di saat lapang dan senang. Tapi kebanyakan kita hanya berdoa disaat malapetaka menimpa, sedangkan dimasa lapang dan senang selalu lupa dan cenderung mengabaikannya.

CINTA TANPA SYARAT

Jangan pernah samakan keperluan kita kepada tuhan dengan lampu Aladin. Digosok dan dielus hanya apabila diperlukan. Kita beribadah bukan karena yang lain-lain, akan tetapi semata-mata karena mengharapa ridho dari Allah SWT. Kita mencintai Allah SWT Karena memang kita mencintai-Nya, bukan karena mencintai diri kita. Jika demikian, Allah akan senentiasa dihati kita, baik disaat senang dan susah, disaat sempit dan lapang disaat diatas dan dibawah. Inilah hakikat cinta yang sebenarnya.

Itulah cinta sejati. Cinta yang menafikan kepentingan dan keperluan diri demi yang dicintai. Mereka tidak sekali-kali tega untuk  “menduakan“ cinta dengan selain-Nya. tidak ada syirik dalam ibadah dan aqidah, karena dalam hati mereka hanya ada cinta yang satu yaitu cinta kepada Allah SWT. Cinta orang mukmin hanya untuk Allah SWT. Cinta itu bukan cinta biasa, tetapi cinta luar biasa. Sebagaimana firman Allah SWT:

Dan orang mukmin itu sangat cinta kepada Allah SWT.” (Q.S.al-Baqarah : 165  )
      
Dalam hati tidak akan mungkin ada riya dan sum’ah, karena hal itu tidak dapat memberi kepuasan kepada hati orang yang beriman, mereka bebas daripada godaan dunia luar, mereka bebas daripada belenggu “tuhan-tuhan kecil” (kepentingan duniawi dan penghargaan manusia), mereka mengabdikan diri sepenuhnya dan seluruhnya hanya kepada Allah SWT.

Masalah manusia dari dulu hingga sekarang bukan karena tidak ada tuhan, teapi karena terlalu banyak ”Tuhan”. Terlalu banyaknya tuhan-tuhan jelmaan ini menyebabkan keliru dan buntu dalam hidup. Kita sulit membuat pilihan dan keputusan yang tepat dan cepat  karena terlalu banyak yang kita pertimbangkan.

Sebaliknya, ikhlas itu bebas. Jika hati tulus, jalan hidup akan lurus. Hati tidak akan terganggu oleh tuhan-tuhan jelmaan (pujian-pujian) yang dibuat oleh manusia. Itulah hati yang bahagia. Dalam hati itu selalu ada bisikan :” Ya Allah ! aku memerlukanmu karena aku mencintaimu.” Dan itulah seharusnya yang kita lakukan sebagai seorang hamba yang penuh kelemahan dan kekurangan ini. Rasulullah SAW pernah berpesan kepada kita dalam hadisnya:

Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa manusia, juga tidak kepada hartanya, akan tetapi Dia melihat kepada keikhlasan hati dan amal hambanya.” (Musnad Ahmad II/ 539).

Allah tidak pula melihat bentuk dari rupa dan juga banyak harta yang kita miliki disaat mengabdikan diri kepada-Nya, Ia hanya melihat isi hati kita yang sebenarnya. Apakah kita beribadah ikhlas karena-Nya atau karena tuhan-tuhan jelmaan yang telah dibuat-buat oleh manusia.

MENCARI HIDAYAH TUHAN



Hijrah 7
KUASAI DUNIA
TAPI JANGAN MENCINTAINYA

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”(Q.S. Al-Hadiid: 20)


S
etiap yang dilahirkan manusia baik pikiran ataupun tindakan adalah berasal dari hati. Kalau baik hatinya maka baiklah seluruh perbuatan dan tindakannya. Begitu juga sebaliknya, kalau jahat hatinya, maka jahat pulalah seluruh anggota badannya. Kedatangan Rasulullah SAW. Untuk memperbaiki akhlak manusia mendapat keberhasilan karena Baginda berhasil mendidik “hati” manusia. Oleh karena  itu, jika kita ingin berhasil melahirkan pribadi yang baik, maka pendidikan hati hendaklah dilaksanakan terlebih dahulu.

Sayangnya tidak semua manusia mengetahui betapa pentingnya peran hati terhadap prilaku manusia. Karenanya banyak manusia yang gagal dalam membangun hidup yang aman dan damai. Manusia tidak berhasil mendidik hati bahkan tidak mampu mengobati hati yang telah merusakkan perbuatan zahir seseorang.

Kebanyakan manusia lebih mengutamakan penyakit zahir daripada ambil pusing tehadap penyakit batin ( hati ). Penyakit hati yang dimaksud disini bukanlah jantung atau kanker, akan tetapi penyakit mazmumah seperti riya, angkuh, dengki, ego,tamak, pemarah dan lain sebagainya. tidak ada alat medis yang mampu mengetahui bentuk dari penyakit ini kecuali dengan kesadaran diri yang didasarkan dengan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Kepentingan akan ilmu akhlak dan  “ tazkiyatun nafs“ (mensucikan diri) sangat penting dalam mendidik hati yang bersih dan ikhlas. Jadi orang-orang yang bercita-cita untuk membersihkan hati dengan mengikuti panduan ilmu dengan mujahadah kepada Allah SWT. Itulah sebenarnya yang sedang menempuh jalan “ tazkiyatun nafs “.

Mari kita lihat beberapa kisah ahli sufi yang bersih hatinya, yang kemudian boleh kita ikuti jejaknya. Jika ingin menjadi seorang sufi yang bersih haitnya jadilah seperti Umar bin Abdul Aziz yang mempunyai harta yang melimpah dan mempunyai kekuasaan yang tinggi akan tetapi hidup dalam kesederhanaan. Atau jadilah seperti nabi Sulaiman a.s. yang menjadi raja besar dengan segala kemewahan dan kekuasaan tetapi makanan hariannya Cuma roti kering.              

Ya nabi Sulaiman a.s. sering melayang diatas angin diterbangkan oleh pengawalnya dari bangsa jin. Namun, baginda sadar jika didalam hatinya ada sebutir debu dari rasa takabbur niscaya ia akan dibenamkan kedasar bumi sedalam ketinggian ia terbang di udara. Baginda pernah berkata: Satu kalimat subhanallah lebih berharga bagiku daripada segala dunia dan isinya”. Seorang sufi bukanlah orang yang memutuskan nafsunya akan tetapi  ia sanggup mngendalikannya dengan mensucikan hatinya seperti yang dilakukan  Umar bin Abdul Aziz nabi Sulaiman a.s.

Seorang yang bersih hatinya juga mampu menahan rasa sakit sepertimana Nabi Ayyub a.s. beliau menahan penderitaan walaupun hanya tinggal hati dan lidahnya saja yang belum terjangkit penyakit. Apabila ditanya orang mengapa baginda tidak berdoa meminta sehat kepada Allah SWT Sedangkan baginda seorang Nabi yang makbul doanya. Lantas baginda berkata:

“Aku malu untuk berdoa kepada Allah karena aku baru ditimpa penyakit selama 2 tahun, sedangkan Allah telah memberiku sehat selama 60 tahun”.

Itulah hidup yang dituntut oleh Allah SWT. Kepada kita untuk dimiliki. Syukur berhadapan dengan nikmat, sabar berhadapan dengan ujian, berani berhadapan dengan kezhaliman, tawaduk berhadapan dengan kebenaran. Dalam keadaan bagaimanapun hati mereka yang suci tetap sama tanpa goyah dan berubah.

Seorang yang suci hatinya bukanlah mengalah dalam semua suasana ketika berhadapan dengan kekufuran, tetapi sanggup berperang seperti pribadi Nabi Muhammad SAW. Yang ada kalanya berbicara dengan pedang apabila diserang oleh kaum musyrikin.

Seorang yang suci hatinya juga bukan orang yang lari daripada harta, tetapi ia mampu mengendalikan harta seperti yang dicontohkan Abdul Ramhan Bin Auf r.a. yang bertindak sebagai “Bank” kepada orang miskin dan kelaparan.

Nah, itulah beberapa contoh pribadi yang suci hatinya yang patut kita contoh dalam kehidupan. Bukan seperti sangkaan orang-orang sekarang ini yang meletakkan “ kesucian hati”  sebagai perbuatan yang melepaskan kehidupan dunia seutuhnya dan tidak menganggapnya sebagai jalan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat.

Bila dikatakan “sucikan hati” orang akan membayangkan seseorang yang duduk sendirian mencari tuhannya dalam khlawah dan dzikirnya dengan tanpa memikirkan apapun yang terjadi disekelilingnya. Tidak! bukan begitu cara hidup para rasul yang mempunyai kesucian hati. Mereka juga berkerja, berdagang, bersosialisai, berperang dan juga beribadah.

Orang yang suci hatinya selalu memegang tasbih tetapi tangan itu juga sanggup memgang cangkul untuk bertani, tangan itu juga sanggup untuk memgang pena untuk memerangi kebathilan dan adakalanya tangan itu juga sanggup memikul senjata untuk memerangi kekufuran. Mereka terlepas dari rasa angkuh dan sombong dalam menjalani kehidupan ini. Disaat mereka susah mereka ingat kepada Allah dan disaat mereka senang juga selalu mengingat Allah. Ketika beribadah tidak ada rasa riya  serta tidak membutuhkan pujian. hati mereka suci dari segala yang mengarah kepada perbuatan sia-sia. Bahkan mereka yang bersih hatinya lebih menginginkan hinaan daripada sebuah pujian.

JANGAN MENCINTAI DUNIA

Dunia dengan segala pesonanya memang sangat menggoda dan mempesona, dan kadang kesuksesan seseorang memang diukur dari status sosialnya di masyarakat, namun hal tersebut jangan sampai membuat kita terjebak dan terperangkap kepada perhiasan dunia. Segala sesuatu yang kita miliki didunia ini tidak ada artinya; harta, gelar, pangkat, jabatan, dan popularitas tidak akan ada manfaatnya jika tidak digunakan di jalan Allah. Cinta dunia adalah sesuatu yang sangat berbahaya. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut ini:

“Kalau begitu, bergembiralah dan berharaplah memperoleh sesuatu yang melapangkan diri kalian. Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku kahwatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (Hadits riwayat Muslim: 2961)

Jika seseorang mencintai sesuatu, maka ia akan diperbudak oleh apa yang dicintainya. Jika seseorang sudah cinta dunia, akan datang berbagai penyakit hati padanya. Ada yang menjadi sombong, dengki, serakah dan cenderung melelahkan diri sendiri memikirkan yang tidak pasti. Makin cinta pada dunia, makin serakah hidupnya. Bahkan, bisa berbuat keji untuk mendapatkan dunia yang diinginkannya. Allah SWT berfirman:

“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia ini tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. Hud: 15-16).

Ya benar, Allah akan memenuhi dan memberikan apa yang mereka inginkan. Tapi pemberian itu hanya diperoleh di dunia sedangkan di akhirat kita tidak mendapatkan apa-apa. Hal ini bukan kerana kita telah berbuat baik dan mendapatkan keridhoan dari Allah, akan tetapi  semata-mata hanya membuat kita terlena dan terjerumus dalam kebinasaan dan kecintaan dunia.

Tidak ada salahnya kita meniru tukang parkir yang memiliki rumus untuk tidak bersikap sombong dan tidak merasa takut kehilangan sesuatu. Berapa pun banyaknya kendaraan yang diparkir di tempatnya, tidak dia pandang sebagai miliknya. Karena dia sadar bahwa semuanya adalah titipan. Dia pun yakin bahwa kendaraan-kendaraan itu akan diambil kembali oleh para pemiliknya. Dia merasa hanyalah dititipi sementara oleh pemiliknya. Dia tidak merasa sombong, padahal di tempatnya ada banyak kendaraan mewah berderet. Saat pemiliknya akan mengambil kembali kendaraan itu, maka dengan lapang dada dia akan menyerahkannya.
Segala sesuatu di dunia ini yang kita anggap milik kita, sebenarnya adalah milik Allah SWT. Dia menitipkannya kepada kita. Dan pasti akan mengambilnya kembali. Semua yang ada di langit dan di bumi adalah mutlak milik-Nya. Kita hanya diberikan amanah untuk mengurusnya dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya
Semua yang sempat kita miliki di dunia akan kita pertanggungjawabkan di akhirat nanti di hadapan Allah SWT. Apakah uang yang sempat kita miliki, kita belanjakan di jalan Allah atau tidak? Apakah selama kita di dunia menunaikan kewajiban zakat atau tidak? Apakah rumah yang kita tinggali digunakan untuk kepentingan ibadah ataukah tidak?.
Kita tidak perlu merasa hina karena tinggal di rumah yang sederhana dengan furniture yang tidak bagus. Kita tidak perlu merasa kecil hati hanya karena memiliki sedikit pakaian dalam lemari kita. Kita tidak perlu merasa hina karena tidak memiliki kenderaan mewah. Islam telah mengajarkan kita bahwa kekuatan dan nilai seseorang tidak diukur pada kekayaan duniawinya, melainkan pada kekayaan hati dan jiwanya atau ketakwaannya kepada Allah SWT.
PERBEDAAN PECINTA ALLAH DAN PECINTA DUNIA
Jangan sampai kita diperbudak oleh keinginan duniawi semata yang hanya mengikuti dorongan hawa nafsu. Kita harus memiliki keinginan terhadap sesuatu yang Allah lebih sukai dan ridhoi.
Di situlah letak perbedaan antara pecinta dunia dengan pecinta Allah SWT. Keduanya memang sama-sama sibuk untuk mengejar apa yang diinginkannya. Tapi bisa jadi dalam mengejar dunia, pecinta Allah-lah yang lebih sibuk daripada pecinta dunia. Karena bagi pecinta Allah, setiap hal yang dilakukannya di dunia adalah ibadah.
Ketika mengejar dunia, seorang pecinta Allah akan sangat menjaga nilai kemuliaannya sehingga dia mendapatkan dirinya lebih berharga dari dunianya. Jika dunianya habis, maka tidak akan hilang kemuliaan dari dirinya. Saat mendapatkan dunianya, seorang pecinta Allah akan mendistribusikannya untuk kepentingan akhiratnya. Dia akan mendorong orang lain agar sejahtera dengan kekayaan miliknya.
Sebaliknya, seorang pecinta dunia akan membelanjakan apa yang dimilikinya sekehendak nafsunya. Ia hanya akan mendahulukan kesenangannya dan tidak peduli sama sekali terhadap orang lain.
Seorang pecinta dunia akan semangat mencari kekayaan namun tidak peduli jika perilakunya merugikan orang lain. Ia menghalalkan segala cara. Kedzaliman yang ia lakukan tidak ia sesali. Dengan demikian, kedudukan pecinta dunia ini adalah lebih hina daripada dunianya.
Pertahankanlah pribadi yang bersih, peliharalah ia sebaik-baiknya. Boleh hidup dalam kemewahan  sedangkan hati sedikitpun tidak terpaut dengannya. Boleh menanggung derita tanpa keluh kesah. Memiliki harta dan kuasa tanpa rasa riya. Jadilah Mereka yang mampu mengusai dunia tetapi sama sekali tidak mencintainya.




MENCARI HIDAYAH TUHAN













Hijrah 8
HARUSKAH MELAWAN
TAKDIR ?

دْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ. وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.(Q.S. Al-A'raf : 55-56).


I
slam adalah agama yang kaya dengan doa. Setiap kehidupan muslim selalu dilingkari dengan doa. Jika diamati, mulai bangkit dari tidur, melangkah, berpakaian, menyantap hidangan, menaiki kenderaan, hingga tidur kembali, pasti ada doa yang harus kita baca. Sekurang-kurangnya dalam syariat, apabila kita hendak melakukan pekerjaan dan perkara yang baik, maka kita disarankan untuk membaca “bismillahirrohmanirrohim” karena ucapan ini juga pada hakikatnya adalah sebuah doa.

Doa bukanlah pemberitahuan, tetapi doa adalah suatu pengaduan dan harapan kita sebagai hamba kepada Allah SWT sebagai pencipta. Kita mengadu kepada-Nya dengan sifat kerendahan dan kehambaan yang menunjukkan bahwa kita adalah seorang hamba yang membutuhkan-Nya pada setiap aktivitas kehidupan yang kita jalani. Ketika kita berdoa itu artinya kita memohon kebersamaan Allah SWT dalam pekerjaan kita dan berharap Allah memberikan keberkahan atas apa yang kita lakukan. Apabila kita melazimi doa dalam menjalani kehidupan, maka InsyaAllah, Allah akan senentiasa bersama kita, apabila Ia bersama kita, kita akan selalu merasa tenang.

Manusia sebenarnya lemah jika dihadapkan dengan kehidupan yang penuh ujian dan cobaan. Sebagai hamba kita tidak tau apa yang baik untuk hidup kita. Hal ini  karena ilmu kita sangat terbatas. Kudrat (Kempuan) kita terbatas, tetapi kudrat Allah tidak ada batasannya. Bahkan terkadang kita tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk untuk diri kita sendiri.

Sewajarnya, kita semua selalu mengharapkan yang indah-indah dan tidak suka kepada yang buruk  dalam kehidupan. Apabila terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan yang kita kehendaki, tentulah kita dilanda gelisah. Mengapa kita gelisah? Karena kita menghadapi sesuatu yang berlawanan dengan kehendak kita yang sebenarnya. Suka atau tidak suka, kita harus menghadapinya, karena hal itu merupakan takdir dari Allah SWT. Artinya pada saat itu kita tidak bisa memilah dan memilih takdir  apa yang akan berlaku kepada kita.

JANGAN GELISAH

Gelisah timbul karena kita memilih untuk berperang dengan takdir. Pada saat ini, terjadilah perlawanan dengan diri sendiri. Pada saat ini timbullah jiwa-jiwa mengeluh, Menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain bahkan menyalahkan Allah SWT. Jiwa selalu dihantui dengan rasa ingin selalu “menyalahkan” dan merasa tuhan tidak berbuat adil terhadap kita.

Apabila hujan, kita katakan terlalu sejuk dan lembab. Ketika kemarau kita katakan terlalu panas dan kering. Kita senentiasa merasa ada saja yang tidak kena. Jadi, kita selalu berperang dengan alam yang telah diciptakan Allah SWT.

Paling bahayanya, tanpa disadari kita juga “ berperang” dengan Allah SWT. kita menolak ketentuan Allah SWT. hal ini tentulah membuat kita resah. Saya ingin membawa satu metafora atau sebuah bayangan. Coba bayangkan , suatu ketika kita sedang berjalan pada waktu matahari terbenam. Kita melihat warna alam begitu cantik. Ada warna oren, jingga, kuning, hijau dan sebagainya. Dalam situasi seperti ini, kita biasanya hanya menikmati lukisan alam atau mahakarya dari Allah SWT dan tak sedikitpun memikirkan hal negatif. Dengan kata lain, kita tidak membuat perlawanan dengan lukisan alam.

Namun, mengapakah kita mempunyai sikap atau rasa hati yang berbeda ketika menghadapi lukisan takdir? Kita selalu menimbulkan persoalan, mengapa jadi begini? Jika kita bersahabat dengan lukisan alam, ia menimbulkan ketenangan. Begitu juga sekiranya kita bersahabat dengan lukisan takdir, kita akan menikmati ketenangan karena hakikatnya kedua-duanya sama datang dari Allah SWT.

BERSAMA ALLAH TIDAK GELISAH

Walaupun manusia sebagai hamba yang lemah, bukan berarti kita pasrah, menyerah dan tidak berbuat apa-apa. Sebagai manusia yang berpegang kepada akidah ahli sunnah wal jama’ah, kita telah diajari supaya berusaha dengan sekuat tenaga yang ada pada diri kita.

Namun, perlu diyakini bahwa usaha kita tidak dapat memberi kepastian. Hanya takdir Allah SWT lah yang dapat menentukan kepastian terhadap apa yang telah kita lakukan.

Oleh karena itu, dalam ajaran islam kita lihat mukoddimah setiap usaha selalu dimulai dengan doa. Akhirnya pun juga ditutup dengan doa. Sebelum kita berusaha, kita berdoa. Ketika sedang berusaha kita berdoa. Dan dalam mengakhiri usahapun kita berdoa. Inilah yang menunjukkan kita senentiasa bersama-sama dengan Allah SWT.

Apakah kesan dan impak apabila kita selalu bersama-sama dengan Allah SWT?

Ketika sukses, kita bersyukur kepada Allah dan mengucap Alhamdulillah (segala puji bagi Allah). Ucapan tersebut menafikan usaha kita walaupun berusaha dengan keahlian yang kita miliki, walaupun Berjaya, itu karena Allah yang telah menetapkan segala sesuatunya.

ANUGRAH BERBALUT

Allah swt selalu membalut anugrahnya dengan cobaan dan ujian.  Sebagaimana halnya pembalut hadiah yang lebih murah daripada isi yang ada didalamnya. cobaan dan ujian juga jauh lebih murah dan mudah berbanding anugrah itu.

Ada masanya ketika kita sudah berusaha semaksimal mungkin, disertai doa, dan bertawakkal, tetapi berlaku juga sesuatu yang tidak kita inginkan. Jika berkaku demikian, terima jualah segala kehendak Allah. kita seharusnya tidak merasa kecewa, akan tetapi terus bersangka baik kepada-Nya karena mungkin sesuatu yang berlawanan dengan kehendak itu sebenarnya yang terbaik untuk kita. Allah maha mengetahui, sedangakan kita tidak mengetahui.

Hadiah selalunya dibalut dengan kertas yang cantik dan menarik. sangat jarang sekali kita menemui hadiah yang tidak dibalut. Begitu juga dengan Allah selalu membalut anugrahnya dengan sesuatu yang sering kita sebut dengan kepahitan. Begitulah Allah memberi sesuatu yang lebih berharga kepada setiap hamba-hambanya. jika kita menyadari hal ini, pasti kita merasa tenang.

Ya, pembalut hadiah kita selalu lebih murah daripada hadiah yang ada didalamnya. Begitulah hadiah dan anugrah Allah, biasanya jauh lebih mahal dan bernilai jika dibandingkan dengan pembalutnya. Ibarat bersabar sebentar membuka pembalut hadiah untuk mengetahui isi yang ada didalamnya, seterusnya menikmati hadiah tersebut. begitulah kita harus bersabar sebentar menerima cobaan dan ujian semata-mata untuk menikmati anugrah yang masih dirahasiakan Allah kepada kita.

Dalam melangkah mengarungi kehdiupan ini, mungkin Allah undurkan kita seketika. Bukan karena Allah ingin menghalang-halangi dan menyekat kita. Tetapi, Allah sengaja melakukannya agar kita mundur kebelakang mengambil sebuah tanjakan untuk membuat loncatan yang lebih jauh.

Lihatlah orang yang hatinya berpisah dengan Allah. Apabila Allah memberikan sesuatu yang ia kehendaki, masih tidak dapat memberikan ketenangan dalam dirinya. Artinya ia tetap merasa gelisah walaupun segala yang dikehendakinya sudah tercapai.


Lihatlah diktator dunia. Dimana akhir hayat mereka? Kadang-kadang mati terbuang, terpenjara bahkan terbunuh atau mengalami sakit jiwa. Bagaimana pula sekiranya mereka gagal tanpa kebersamaan Allah? mereka pasti bertambah susah dan gelisah. Sebaliknya, apabila mereka gagal, mereka tidak mampu bersabar dan kemudian marah, mudah menyalahkan takdir, setress dan putus asa. Tegasnya apakah dia berhasil atau gagal mencapai apa yang ia kehendaki, jika tanpa kebersamaan Allah, maka semuanya akan berakhir dengan kemusnahan yang tidak bermanfaat bagi siapapun.





MENCARI HIDAYAH TUHAN






Hijrah 9

WALAUPUN DUNIA TAK ADIL
TAPI ALLAH MAHA ADIL

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit punDan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (Q.S. Al-Anbiya’: 47)


K
eadilan adalah sesuatu yang diinginkan semua manusia termasuk kita. Namun hal ini sangat sulit kita dapatkan dalam kehidupan. Tidak ada keadilan yang mutak didunia ini. Semakin kita terima hakikat ini, hidup kita akan semakin tenang. Jika tidak, kita akan selalu merasa marah, kecewa, dan merasa ditipu orang lain. Sebaliknya, apabila kita menerima dunia memang tidak adil, maka hidup kita akan menjadi lebih tenang dan harmoni.
      
Mengapa dunia ini tidak ada keadilan yang mutlak? Yang baik, tidak seharusnya mendapatkan ganjaran dan balasan yang baik. Manakala yang jahat, acap kali terlepas dan bebas. Beginikah dunia? Ya, inilah Kaedah Allah menguji manusia untuk mengetahui siapa yang benar-benar ikhlas berbuat baik kepada-Nya dan siapa pula yang hanya berpura-pura dalam kebaikannya. Inilah ujian iman yang harus kita perhatikan.

Beberapa orang Nabi yang diutus oleh Allah seperti; Nabi Zakaria as, Nabi Yahya as, dan Nabi yang lain dibunuh oleh musuh-musuh kebenaran, ini untuk menguji keimanan dan keteguhan iman mereka. Sekiranya kita sebagai suami, istri, ibu, bapak, anak-anak, pemimpin maupun pengikut menerima pelayanan atau balasan yang tidak adil, boleh jadi Allah ingin menguji kualitas dan keteguhan iman kita. Inilah hakikat lumrah yang harus ditempuh.

Jangan mencari  serba yang menguntungkan karena hidup selalu dipenuhi oleh kerugian, ketidak adilan dan perlakuan yang tidak sesuai dengan keingian. Namun yang terpenting bagi kita adalah cara menyikapi semua itu dengan hati yang ikhlas dan sabar. Walaupun keadilan itu tidak kita dapatkan di dunia, tapi yakinlah Allah akan memberikannya diakhirat.

Sekiranya kita berbuat baik karena mengharapkan ganjaran, pembalasan, ucapan pujian dan terimakasih dari manusia, tentu kita akan menjadi manusia yang penuh dengan kekecewaan. Umunya manusia  memang tidak pandai berterimakasih, apalagi untuk membalas budi. Memang betul berbuat baik dibalas baik, tetapi bukan semua kebaikan akan diabalas “di sini” (dunia). Ada yang Allah simpan untuk dieberikan disana (akhirat).

MENJALANI HIDUP DENGAN TENANG
                               
Bahkan, ketika Allah menyuruh manusia melakukan kebaikan atau meninggalkan kejahatan, Allah akan menyeru kepada orang beriman dengan lafaz,” wahai orang-orang yang beriman.” Begitu juga kalau Rasulullah SAW menyeru umatnya supaya melakukan kebaikan, beliau sering memulakannya dengan berkata,” barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhirat hendaklah..............

Sangat banyak hikmahnya Allah SWT dan Rasul SAW menyeru dengan lafaz demikian. Salah satunya, ia menunjukkan bahwa mereka yang mau dan mampu melakukan kebaikan serta meninggalkan kejahatan dengan ikhlas, sabar dan istiqomah hanyalah mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yaitu mereka yang yakin bahwa Allah maha melihat dan mengetahui perbuatan tersebut dan membalasnya dengan ganjaran yang sesuai dengan perbuatan kita lakukan. Apakah itu ganjaran baik atau buruk. Karena Allah pasti akan membalasnya walaupun hanya seberat biji sawi.

Dengan demikian, manusia yang beriman akan menjalani hidup ini dengan tenang. Tidak banyak mengupat, mengeluh apalagi marah-marah dan selalu menuntut keadilan terhadap dirinya. Jika madu dibalas tuba, mereka mampu tabah dan bersabar. Apabila mendapat “limau yang masam” mereka akan segera membuat “jus limau” yang rasanya manis. Maknanya, jika segala yang mereka terima sebagai balasan tidak seperti yang mereka harapkan, mereka tidak menyesal dan memberontak. Akan tetapi sebaliknya, mereka mengubah hati, fikiran dan perasaan untuk menerimanya dengan berlapang dada.

Apabila menginginkan kejayaan, tetapi malah mendapat kegagalan, mereka berkata,” tidak apa-apa, kegagalan adalah jalan menuju kejayaan, kegagalan adalah kejayaan yang ditangguhkan. Mereka tidak mengutuk orang lain, keadaan atau diri mereka sendiri, apalagi menyalahkan tuhan. Mereka tidak menyesal dan kesal terhadap apa yang berlaku, sebaliknya mencari solusi dan semangat baru untuk berusaha dengan lebih baik.

Orang yang telah menerima hakikat bahwa dunia ini tidak adil, tidak akan bermusuh dengan diri sendiri. Dia tidak menghukum dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan. Mengapa aku bodoh? Mengapa aku bisa tertipu? Mengapa aku begini dan begitu? Dan lain sebagainya. ini bukan langkah muhasabah yang membangunkan jiwa, tetapi bentuk penekanan yang menyebabkan diri sendiri menjadi pasif, pesimis dan murung. Kemudian penekanan itu suatu saat akan meletus keluar yang menjadikan dirinya bertindak agresif, bersangka buruk, dan menyalahkan orang lain.

Dalam surah Al-Fatiha ayat kedua Allah menjelaskan bahwa Dialah raja pada hari kiamat. Kalimat ini kita ulang –ulang hingga 17 kali dalam sehari semalam. Semoga makna atau kehendak dari kalimat ini dapat meresap dalam jiwa kita serta sadar bahwa Allah SWT akan menunjukkan kebesaran sifat Malik-Nya di akhirat kelak. Pada saat yang bersamaan Allah akan menunjukkan keadilannya kepada seluruh manusia. Bagi yang baik dibalas baik dan yang jahat dibalas dengan azab dan siksa. karena itu selagi badan masih bernafas  tentukanlah pilihan yang paling tapat.

Didunia ini, penjahat atau pelaku kemungkaran masih boleh membusungkan dada dan meninggikan suara karena kekuasaan yang ia miliki. Yang dengan kekuasaan itu mereka menipu, menindas dan mendzalimi dengan berbagai teknik dan cara. Namun di akhirat nanti, mereka tak mampu bicara, kaku dan membisu apabila Allah SWT menunjukkan keadilannya.

Allah SWT menciptakan dunia ini tidak dengan serba adil sebagaimana sifatnya,  hal ini untuk menguji manusia sejauh mana iman mereka kepada sifat keadilan Allah SWT. agar dengan itu orang beriman rela “ disusahkan” karena Allah dalam usahanya melakukan kebaikan dan meninggalkan kejahatan. Agar dengan itu, orang beriman akan berkata pada hatinya,” wahai Allah! Aku rela menerima kesusahan yang sementara dan sedikit di dunia yang serba tidak adil ini, demi mendapatkan kesenangan yang abadi dan lebih baik di akhirat nanti!” Sehingga seandainya hati masih bertanya,” mengapa dunia ini tidak adil?” jawabnya,” karena Allah yang maha adil akan menunjukkan keadilan-Nya di akhirat.






MENCARI HIDAYAH TUHAN





 
 
Hijrah 10
IKHLAS ITU
BEBAS

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ,  إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba_Mu yang ikhlas di antara mereka.”(Q.S. Al-Hijr : 39-40)


I
khlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. menghendaki keridhaan Allah dalam suatu amal, membersihkannya dari segala individu maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal, kecuali karena Allah dan demi hari akhirat. Tidak ada noda yang mencampuri suatu amal, seperti kecenderungan kepada dunia untuk diri sendiri, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan.

Landasan niat yang ikhlas adalah memurnikan niat karena Allah semata. Setiap bagian dari perkara duniawi yang sudah mencemari amal kebaikan, sedikit atau banyak, dan apabila hati kita bergantung kepadanya, maka kemurniaan amal itu ternoda dan hilang keikhlasannya. Karena itu, orang yang jiwanya terkalahkan oleh perkara duniawi, mencari kedudukan dan popularitas, tindakan dan perilakunya akan mengacu pada sifat tersebut, sehingga ibadah yang  dilakukan tidak akan murni, seperti shalat, puasa, menuntut ilmu, berdakwah dan lainnya.

Ikhals adalah sesuatu yang tak berwujud dan tak tampak oleh mata, namun dapat dirasakan dari kemurnian hati yang paling dalam. Walaupun ia hal yang ringan tapi sulit untuk diwujudkan.  Banyak mereka yang beramal karena ingin disanjung, dipuji, ingin dikatakan sebagai orang yang baik, atau yang paling baik, atau terbetik dalam hatinya bahwa dia sajalah yang konsekuen terhadap Sunnah, sedangkan yang lainnya tidak.

Ada lagi yang belajar karena ingin lebih tinggi dari yang lain, supaya dapat penghormatan dan harta. Tujuannya ingin berbangga dengan para ulama, mengalahkan orang yang bodoh, atau agar orang lain berpaling kepadanya.


CURAHAN HATIKU

“Aku berdoa agar Allah memberikanku kelurusan niat dalam sepanjang amalku dan menutup kelemahan lidah dan hatiku dari mengungkit-ungkit kebajikanku pada masa dahulu. Jauhkanlah aku dari jalan yang membawa kepada kebinasaan lantaran kuatnya tarikan dunia yang memperdayakan. Sesungguhnya aku mengharapkan bimbingan-Mu pada setiap nafasku.”

Inilah seharusnya doa yang selalu kita panjatkan disetiap apapun yang akan dan telah kita lakukan. Supaya Allah tetap menjaga hati kita dalam keikhlasan. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita dalam keikhlasan aminnn.

Dikisahkan ada seorang ‘alim yang selalu shalat di shaf paling depan. Suatu hari ia datang terlambat, maka ia mendapat shalat di shaf kedua. Di dalam benaknya terbersit rasa malu kepada para jama’ah lain yang melihatnya. Maka pada saat itulah, ia menyadari bahwa sebenarnya kesenangan dan ketenangan hatinya ketika shalat di shaf pertama pada hari-hari sebelumnya disebabkan karena ingin dilihat orang lain. Semoga kita terhindar dari yang demikian. Rasulullah SAW bersabda;

“Barangsiapa hijrahnya diniatkan untuk dunia yang hendak dicapainya, atau karena seorang wanita yang hendak dinikahinya, maka nilai hijrahnya sesuai dengan tujuan niat dia berhijrah.” (H.R. Shahih Bukhari)

Bagaimanapun juga niat merupakan perkara hati, yang urusannya amat besar dan penting. Seseorang, bisa naik ke derajat shiddiqin dan bisa jatuh ke derajat yang paling bawah disebabkan dengan niatnya. Ada seorang ulama Salaf berkata: “Tidak ada satu perjuangan yang paling berat atas diriku, melainkan upayaku untuk ikhlas. Kita memohon kepada Allah agar diberi keikhlasan dalam niat dan dibereskan seluruh amal.

IKHLAS ADALAH SYARAT DITERIMANYA AMAL

Di dalam Al-Qur`an dan Sunnah banyak disebutkan perintah untuk berlaku ikhlas, kedudukan dan keutamaan ikhlas. Ada disebutkan wajibnya ikhlas kaitannya dengan kemurnian tauhid dan meluruskan aqidah, dan ada yang kaitannya dengan kemurnian amal dari berbagai tujuan. Adapun pokok dari keutamaan ikhlas ialah, bahwa ikhlas merupakan syarat diterimanya amal. Sesungguhnya setiap amal harus mempunyai dua syarat. Amal tidak akan diterima kecuali dengan keduanya. Pertama Niat ikhlas karena Allah. Kedua Sesuai dengan Sunnah, yakni sesuai dengan ajaran Kitab-Nya atau yang dijelaskan Rasul-Nya. Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka amalnya tersebut tidak bernilai shalih dan tertolak. Sebagaimana hal ini ditunjukan dalam firmanNya:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah mempersekutukan seorangpun dengan Rabb-Nya.” (Q.S. Al-Ka hfi : 110).

Di dalam ayat ini, Allah memerintahkan agar menjadikan amal itu bernilai shalih, yaitu sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, kemudian Dia memerintahkan agar orang yang mengerjakan amal shalih itu mengikhlaskan niatnya karena Allah semata, tidak menghendaki selain-Nya.

Ibnu Katsir berkata di dalam kitab tafsir-nya : “Inilah dua landasan amalan yang diterima yaitu , ikhlas karena Allah, dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”.

Dari Umamah, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata,”Bagaimanakah pendapatmu (tentang) seseorang yang berperang demi mencari upah dan sanjungan, apa yang diperolehnya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm selalu menjawab, orang itu tidak mendapatkan apa-apa (tidak mendapatkan ganjaran), kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas dan dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari ridho Allah.” (H.R. Nasa’i VI/25).


KEUTAMAAN IKHLAS

Keikhlasan termasuk salah satu pokok di antara pokok-pokok agama ini, bahkan ia merupakan poros dan sendi agama ini. Karena agama ini dibangun di atas dasar realisasi ibadah yang merupakan tujuan manusia diciptakan, sementara hakikat ibadah itu sendiri tidak akan ada kecuali disertai dengan ikhlas. Keikhlasan dalam ibadah itu, ibarat ruh dalam jasad. Jasad tanpa ruh menjadi bangkai yang tidak bernilai. Demikian pula amalan, jika dilakukan tanpa keikhlasan maka tidak ada nilainya, bahkan suatu amalan tidak dikatakan amal shalih tanpa keikhlasan. Sangatlah banyak keutamaan ikhlas ini diantaranya :

Pertama : Ikhlas adalah buah dan intisari dari iman. Bahkan ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya ibadah seorang hamba. Seseorang tidak dianggap beribadah dengan benar jika tidak ikhlas. Suatu ibadah yang dilakukan tanpa  keikhlasan tidak akan bermanfaat sedikitpun disisi Allah bahkan bisa mendatangkan murka-Nya, Rasulullah SAW bersabda:

Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya.” (H.R. Abu Dawud)

Kedua: Musuh manusia yang bernama syaithan  takut dan putus asa terhadap orang- orang yang ikhlas. Ketahuilah bahwa syaithan mengaku tidak mampu menggoda dan menyesatkan hamba Allah yang ikhlas. Allah berfirman : 

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan (manusia)  mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis (ikhlas) di antara mereka."(Q.S. Al-Hijr: 40).

Ketiga: Orang yang ikhlas tidak bisa dizhalimi dan tidak pernah merasa dizhalimi karena kezhaliman apapun tidak akan mampu membuatnya tersiksa bahkan semakin mulia kedudukannya karena membuat dirinya semakin mampu bersabar dan bersyukur. Dengan jiwa yang ikhlas ia akan menyerahkan seluruh kehidupannya hanya karena Allah SWT dan meyakini hanya Allahlah yang menentukan segalanya. Allah SWT berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S. Al-An’am: 162).

Keempat: Suatu amal kecil yang dilakukan dengan ikhlas pasti akan mengalahkan amal yang besar tapi dilakukan tidak dengan ikhlas. Sebagian orang melakukan amal yang besar seperti memberikan infak dalam jumlah yang banyak, tapi ternyata tujuan utamanya adalah   mengharap pujian manusia  ataupun kepentingan kepentingan lain yang tersembunyi.

Sesungguhnya yang paling utama  dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal yang kita lakukan. Akan tetapi keikhlasan yang kita tanamkan itu lebih berharga walaupun amalnya sedikit. Amal yang kelihatan  kecil di mata manusia tapi dilakukan dengan  ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. tetapi sebaliknya, amal yang besar dimata manusia tapi tidak ikhlas karena Allah maka akan sisa-sia. Tapi yang lebih baik dari keduanya adalah amal yang banyak dan dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT.

Abdullah bin Mubarak berkata“Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat (ikhlas karena Allah), dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat.”

Kelima: Jika landasan hidup seseorang adalah beragama dengan ikhlas maka semua yang berat baik dalam ibadah maupun dalam berakhlak dan bermuamalah akan terasa ringan dan semua yang sulit akan terasa mudah. Insya Allah.

Dalam surat Al-Bayyinah ayat 5 Allah berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ...

“Padahal mereka hanya  disuruh  menyembah Allah dengan ikhlas mentaati-Nya semata mata  karena (menjalankan) agama.”( Q.S. Al-Bayyinah: 5)
 
Allah SWT juga berfirman:

..فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” (Q.S Az- Zumar: 2)

keenam: Dilapangkan dari masalah yang sedang menghimpitnya
Terkadang seorang muslim dihadapkan pada suatu masalah yang sangat sulit yang terkadang menjadikannya berputus asa dalam mengatasinya. Namun amalan-amalan yang dilakukan dengan ikhlas dapat dijadikan sebagai wasilah (perantara) dalam berdo'a kepada Allah subhanahu wata'ala untuk dihilangkannya berbagai masalah yang sedang menghimpitnya?

Hal ini pernah menimpa tiga orang pada zaman dahulu ketika mereka terperangkap di dalam sebuah goa. Kemudian Allah subhanahu wata'ala selamatkan mereka karena do'a yang mereka panjatkan disertai dengan penyebutan amalan-amalan shalih yang mereka lakukan ikhlas karena Allah subhanahu wata'ala. Kisah selengkapnya bisa kita lihat di kitab Riyadhush Shalihin hadits no. 12

Selain keutaman-keutamaan diatas masih banyak keutamaan lain yang akan kita dapatkan dengan berbuat ikhlas karena Allah. hanya Allah yang mengetahui segala sesuatu. Semoga Allah senentiasa memberikan kita kekuatan untuk selalu menjaga keikhlasan dalam melakukan setiap amal  shalih. Aminnnn..ya rabbal ‘alaminnn...



MENCARI HIDAYAH TUHAN




Hijrah 11

SHOLATLAH !!
MESKIPUN ENGKAU MAKSIAT DAN BANYAK DOSA


إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ............

...Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan fahsya’ (buruk/keji) dan mungkar...
(Q.S. Al- 'Ankabut :45)


U
mat Islam diwajibkan untuk melakukan sholat dengan menghadap kiblat yang dikerjakan pada waktu tertentu (subuh, dzuhur, ashar, magrib dan isya'). Sholat merupakan satu perbuatan yang menghubungkan manusia dengan  penciptanya, perintah sholat bukan hanya diwajibkan kepada orang yang berkelakuan baik akan tetapi lebih-lebih sholat diwajibkan kepada orang yang selalu berbuat maksiat dan banyak dosa, agar tidak terus terjerumus kepada kemaksiatan yang ia lakukan. Hal ini sesuai dengan janji Allah SWT bahwa sholat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.

Pada dasarnya sholat diwajibkan bagi  seluruh umat Muhammad yang beragama islam yang meyakini tiada tuhan selain Allah dan meyakini bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dengan mengerjakan sholat dapat merubah sikap dan prilaku seseorang dalam hidupnya menjadi lebih baik dimata Allah SWT dan manusia. Baca juga (Abdurrohim harahap: mengungkap motivasi kehidupan dengan Al-Qur’an).

Tak perduli apa yang terjadi pada hidupmu, sholatlah. Tak peduli seberapa besar dosamu, sholatlah.Tak ada celah dan alasan untuk meninggalkannya. Dikutip dari beberapa sumber seorang perempuan pernah bertanya masalah hidup yang dihadapinya kepada seorang ahli agama:

Seorang saudari bertanya :”Saudaraku aku belum berhijab!
Aku katakan padanya : ”Sholatlah !
Ia berkata: ”lihatlah aku belum berpakaian muslim !
Aku katakan padanya : ”Sholatlah !
Ia berkata: “Aku minum alkohol”
Aku katakan padanya:  Sholatlah 
Ia berkata:   “Aku bisnis narkoba “
Aku katakan padanya: “Sholatlah 
Ia berkata: “Aku telah berzina “

Aku katakana padanya “ Sholatlah “ apapun yang terjadi pada diri dan hidupmu, Sholatlah !

Ia berkata: “ Saudaraku bagaimana mungkin aku sholat sementara aku bergelimang maksiat? Bukankah itu penghinaan dan aku menjadi serang yang munafik ?

Aku katakana padanya:” tidak saudaraku karena itulah kita sholat, manusia tidak ada yang sempurna dan selalu melakukan maksiat dan dosa, setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan dosa namun kesalahan yang mungkin berbeda bagi setiap individunya, maka dari itu sholatlah. Allah SWT berfirman:

“ ...sesungguhnya sholat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar...”

Sholatlah !!!!

Sebahagian orang ada yang berkata : “Saya perbaiki diri dulu, kalo sudah insaf, insyallah saya akan sholat.

Saudaraku, engkau takkan bisa memperbaiki apapun jika engkau meninggalkan sholat, Maka dari itu sholatlah saudaraku sebanyak apapun dosa yang kamu lakukan!! Yakinlah Allah SWT tidak peduli walau dosamu sebanyak buih dilautan dan Allah SWT maha pengampun bagi setiap kesalahan-kesalahan hambanya yang bertaubat.

Taat itu nikmat dan bisa membunuh maksiat, siapapun yang dapat melakukannya, ia akan terbebas dari kesesatan yang nyata. Berbuat baik itu akan selalu mendatangkan kebaikan dan dapat pula menghapuskan kejahatan dan dosa. Berbuatlah!! Karena perbuatan baik akan merubah pribadi menjadi lebih baik.  Jangan menunuggu menjadi peribadi baik baru kemudian berbuat baik, akan tetapi berbuat baiklah agar pribadi menjadi lebih baik.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Sholat dikatakan dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar ialah bahwa seorang hamba yang mendirikan sholat, menyempurnakan rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, khusyu’nya, maka hatinya akan bercahaya, dadanya akan menjadi bersih, imannya akan bertambah, dan bertambah kecintaannya kepada kebaikan, dan menjadi sedikit bahkan hilanglah keinginannya terhadap kejelekan.

Yang terpenting, terus melakukannya dan menjaganya menurut cara seperti ini, maka sholat (yang dilakukannya itu) dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan ini termasuk tujuan dan buah yang paling besar dari sholat. Dan di dalam sholat ada maksud yang lebih agung dan lebih besar, yaitu kandungan sholat itu sendiri, berupa dzikir (mengingat) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati, lisan dan anggota badan. Karena sungguh Allah Azza wa Jalla menciptakan makhluk hanya untuk beribadah kepada-Nya. Dan ibadah yang paling utama dilakukan oleh manusia adalah sholat.

Perlu kita ketahui bahwa setiap amal shalih membawa pengaruh baik kepada pelaku-pelakunya. Pengaruh ini akan semakin besar sesuai dengan keikhlasan dan kebenaran amalan tersebut.

SHOLAT ADALAH SIMBOL KETENANGAN

Sholat menunjukkan ketenangan jiwa dan kesucian hati para pelakunya. Ketika mendirikan  sholat dengan sebenarnya, maka diraihlah puncak kebahagiaan hati dan sumber segala ketenangan jiwa. Dahulu, orang-orang shalih mendapatkan ketenangan dan pelepas segala permasalahan ketika mereka tenggelam dalam kekhusyu’kan sholat.

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullah dalam Sunan-nya: “Suatu hari ‘Abdullah bin Muhammad al-Hanafiyah pergi bersama bapaknya menjenguk saudara mereka dari kalangan Anshor. Kemudian datanglah waktu sholat. Dia pun memanggil pelayannya,”Wahai pelayan, ambillah air wudhu! Semoga dengan sholat aku bisa beristirahat, ”kami pun mengingkari perkataannya. Dia berkata: “Aku mendengar Nabi Muhammad bersabda,’Berdirilah ya Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat!

Marilah kita mengintrospeksi diri, sudahkah ketenangan seperti ini kita dapatkan dalam sholat-sholat kita? Sudah sangat banyak sholat yang kita tunaikan, tetapi pernahkah kita berpikir manfaat sholat ini? Atau rutinitas sholat yang kita tegakkan sehari-hari?

Suatu ketika seorang tabi’in yang bernama Sa’id bin Musayib mengeluhkan sakit di matanya. Para sahabatnya berkata kepadanya: “Seandainya engkau mau berjalan-jalan melihat hijaunya Wadi ‘Aqiq, pastilah akan meringankan sakitmu,” tetapi ia menjawab: “Lalu apa gunanya aku sholat ‘Isya dan Subuh?

Demikianlah, generasi terdahulu dari umat ini memposisikan sholat dalam kehidupan mereka. Bagi mereka, sholat adalah obat bagi segala problematika. Dengan hati mereka menunaikan sholat, sehingga jiwa menuai ketenangan dan mendapatkan kebahagiaan.

SHOLAT SEBAGAI SOLUSI PROBLEMATIKA HIDUP

Sudah menjadi sifat dasar manusia ketika dia tertimpa musibah dan cobaan, dia akan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahannya. Maka tidak ada cara yang lebih manjur dan lebih hebat daripada sholat. Sholat adalah sebaik-baik solusi dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan kesulitan hidup. Karena tidak ada cara yang lebih baik dalam mendekatkan diri seseorang dengan Rabbnya kecuali dengan sholat. Rasulullah dalam sabdanya mengucapkan:

Posisi paling dekat seorang hamba dengan Rabbnya yaitu ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa. [H.R. Muslim].

Inilah di antara manfaat shalat yang sangat agung, mendekatkan hamba dengan Dzat yang paling ia butuhkan dalam menyelesaikan problem hidupnya. Maka, kita jangan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Jangan sampai kita lalai dalam detik-detik sholat kita. Jangan pula terburu-buru dalam melaksanakannya, seakan tidak ada manfaat padanya.

Sholat bisa menjadi sarana menakjubkan untuk mendatangkan pertolongan dan dukungan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam kisah Nabi Yunus Alaihissallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan:

Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah ( sholat), niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (Q.S. as-Shafat:143-144).

Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu menafsirkan “banyak mengingat Allah”, yaitu, beliau termasuk orang-orang yang menegakkan sholat.

Sahabat Hudzaifah Radhiyallahu anhu pernah menceritakan tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

Dahulu, jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertimpa suatu urusan, maka beliau melaksanakan sholat.  (H.R. Abu Dawud).


SHOLAT PELEBUR DOSA

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ

Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Q.S. Hud: 114).

Bahkan dikuatkan pula dengan ayat dalam surat An Nisa’,

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (Q.S. An-Nisa’: 31).

 “Kesalahan-kesalahanmu” ditafsirkan dengan dosa-dosamu yang kecil sebagaimana yang dikatakan oleh As Sudiy. Dalam tafsir Al-Jalalain juga dikatakan bahwa yang dimaksudkan adalah dosa-dosa kecil dan dosa tersebut dihapus dengan ketaatan (sholat).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa dosa-dosa kecil bisa terhapus dengan amalan ketaatan, di antaranya adalah sholat wajib. Antara sholat Shubuh dan Zhuhur, Ashar dan Maghrib, Maghrib dan Isya, Isya dan Shubuh, di dalamnya terdapat pengampunan dosa (yaitu dosa kecil) dengan sebab melaksanakan sholat lima waktu.

Namun perlu diketahui bahwa dosa-dosa kecil ini bisa terhapus dengan amalan wajib apabila seseorang menjauhi dosa-dosa besar. Pendapat inilah yang dianut mayoritas ulama salaf. Artinya, menjauhi dosa besar merupakan syarat agar dosa kecil itu bisa dihapus dengan amalan-amalan wajib. Jika dosa besar tidak dijauhi, maka dosa kecil tidak bisa terhapus dengan sekedar melakukan amalan wajib.

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Shalat lima waktu menghapuskan setiap dosa di antara waktu-waktu tersebut selama seseorang menjauhi dosa besar.”

Salman mengatakan, “Jagalah shalat lima waktu karena shalat lima waktu adalah pelebur dosa yang diperbuat tubuh ini selama seseorang tidak melakukan dosa pembunuhan.”

 Adapun dosa besar bisa terhapus dengan bertaubat nasuha kepada Allah SWT memohon keamapunannya dan bertekad tidak mengulanginya lagi. Semoga Allah mengampuni setiap dosa kita dan memberi taufik untuk menjadi lebih baik dengan sholat dan bertaubat pada-Nya.







MENCARI HIDAYAH TUHAN






Hijrah 12

BERHIJABLAH!!
MESKIPUN ENGKAU BUKAN WANITA BAIK

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan atas diri mereka (ke seluruh tubuh mereka) jilbab mereka. Hal itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal (sebagai para wanita muslimah yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al-Ahzab ayat: 59).


L
ebih baik saya berhijab hati dulu, daripada berhijab tetapi hatinya tidak berhijab. Mendingan tidak usah berhijab aja, daripada kaya si A berhijab tapi masih sering berbuat maksiat. Kalau belum siap berhijab, mendingan gak usah pakai dulu. Saya belum bisa memperbaiki perilaku saya, saya belum siap pakai berhijab jadi saya nanti aja pakai berhijab kalau saya sudah menjadi wanita baik.  Saya sebenarnya pengen mamakai hijab, tetapi masih belum siap. Saya sebenarnya pengen mamakai hijab, tetapi malu belum terbiasa.
Mungkin kita sering mendengar perkataan-perkataan seperti di atas atau yang sejenisnya. Dimana pernyataan atau pandangan-pandangan seperti di atas menjadikan seorang muslimah tidak mau berhijab atau beberapa diantara mereka menunda untuk berhijab.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada di antara para muslimah yang sudah memakai hijab ada yang masih melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak mencerminkan moral atau akhlak islam. Hal inilah yang kemudian memunculkan banyak pandangan-pandangan di masyarakat yang berpendapat seperti di atas. Mereka bersikap sinis dan pesimis terhadap hijab.
Salah satu pandangan yang banyak kita jumpai di masyarakat adalah adanya pandangan yang mengatakan bahwa ”Lebih baik kalau belum siap tidak usah pakai hijab dulu, daripada berhijab tetapi masih melakukan perbuatan-perbuatan maksiat atau berakhlak buruk”. Pandangan inilah yang juga sering mengecoh para muslimah sehingga menolak atau menunda melaksanakan kewajibannya dalam mengenakan hijab. Kalau kita cermati pandangan semacam ini, kita bisa analisis sebagai berikut:
Ada dua pernyataan yang bisa kita tarik dari pandangan tersebut, yaitu:
a.        Berhijab tetapi berakhlak buruk
b.       atau Tidak berhijab tetapi berakhlak baik.
Pandangan yang seperti di atas menganggap bahwa pernyataan b lebih baik daripada pernyataan a. Apakah benar demikian? Atau Manakah di antara kedua hal tersebut yang lebih baik?
Jawabannya adalah tidak ada lebih baik dari dua hal tersebut. Tidak ada yang lebih baik dari dua alternatif pelanggaran, karena dari keduanya memang tidak ada yang baik. Ketika seorang muslimah telah baligh atau dewasa maka wajib baginya untuk berhijab. Adapun masalah moral atau akhlak itu adalah perkara yang lain dimana ada hukum tersendiri yang mengaturnya. Dan  yang harus kita imani terlebih dahulu adalah bahwasanya berhijab adalah kewajiban yang mutlak bagi seorang muslimah yang sudah baligh. 
berhijab dalam kehidupan sehari-hari dan ditempat umum bukan berarti menjadi tanda atau kita meminta diakui bahwa kita sudah menjadi pribadi yang baik, bukan berarti kita ingin mengakui bahwa kita  lebih baik dari yang tidak berhijab. berhijab itu artinya kita sedang belajar atau ingin menjadi pribadi yang taat pada agama, pada perintah Allah bahwa wanita it u lebih baik menutup auratnya.
BERHIJAB ADALAH PERINTAH ALLAH
Hijab itu bukanlah sebuah penentu, bukanlah sebuah tanda bahwa yang memakainya adalah wanita yang saleha, karena kesalehan wanita tidak diukur dari hijab saja namun juga perilaku. Namun setidaknya yang memakai hijab sudah bisa menjadi tanda bahwa ia ingin menjadi wanita yang saleha. Bahwa ia ingin terlihat cantik bukan hanya dihadapan sesama manusia saja namun juga di hadapan Allah. Banyak dalil-dalil tentang kewajiban berhijab;
”Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya (hijabnya) ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Ahzab: 59).
         Dalam surah lain Allah juga berfirman:
”Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” [Q.S.An-Nur: 31]
         Sabda Rasulullah shallallahu ’alahi wassalam yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari ’Aisyah, katanya:
”Hai Asmaa! Sesungguhnya perempuan itu apabila telah dewasa/sampai umur, maka tidak patut menampakkan sesuatu dari dirinya melainkan ini dan ini.” Rasulullah Shallahllahu ’alaihiwassalam berkata sambil menunjukkan muka dan kedua telapak tangan hingga pergelangan tangannya sendiri.
         Yang perlu diperhatikan juga adalah bagaimana menggunakan hijab secara benar atau sesuai syar’i. Karena kalau kita lihat di masyarakat, banyak para muslimah yang mengunakan hijab belum sesuai dengan kriteria-kriteria syariat. Banyak kita dengar istilah ” hijab gaul”, ” hijab modis”, dan sebagainya yang mungkin bisa saya katakan bahwa yang demikian itu tidak bisa disebut dengan hijab. Oleh karena itu hendaknya setiap muslimah yang memakai hijab, mempelajari bagaimana kriteria-kriteria hijab yang sesuai dengan syariat islam.
         Hijab yang sudah dikenakan dengan benar, insya Allah akan memberikan pengaruh besar untuk melakukan kebaikan, sedangkan menanggalkannya bisa membuka peluang besar bagi jalannya bermacam-macam maksiat. Karena pada dasarnya tidak berhijab merupakan kemaksiatan. Walaupun hijab itu tidak menutup kemungkinan negatif dan bukan menjamin kebaikan seluruhnya tetapi dampak positif yang dicapai oleh wanita berhijab jauh lebih baik dibanding wanita yang tidak berhijab. Sebab wanita yang berhijab itu telah memperoleh sebagian dari kebaikan/keutamaan sedangkan kebaikan lainnya harus dipenuhi dengan kewajiban lainnya. Adapun kebaikan itu muncul dari pancaran ilmu, iman dan takwanya kepada Allah subhanahu wata’ala.
         Lalu bagaimana dengan wanita yang belum berhijab tetapi bukan karena menolak melainkan menunda-nunda dengan berbagai alasan seperti malu masih belum terbiasa, belum siap, atau nanti saja dan lain-lain?
         Bagi saudari-saudariku yang masih menunda-nunda berhijab hendaklah menyadari bahwasanya umur dan ajal bisa datang kapan saja. Kita tidak tahu kapan malaikat maut mencabut nyawa kita. Apa tahun depan? Bulan depan? Besok? Atau mungkin satu jam lagi. Ingatlah kematian yang datangnya tiba-tiba. Hendaknya kita segera bertaubat dan mulailah menggunakan hijab dengan benar.

          Allah tidak akan menerima taubat seseorang ketika tiba ajalnya, dan ajal itu tidak akan dapat diundurkan atau dimajukan walau hanya sesaat. Maka dari itu berhijablah!! Karena dengan berhijab merupakan salah satu usaha untuk menjemput hidayah Allah SWT.





MENCARI HIDAYAH TUHAN








Hijrah 13

KATAKAN TIDAK
PADA PACARAN

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatn yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al Isra : 32).

A
gama Islam adalah agama yang sempurna, Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, sejak dalam kandungan hingga kehidupan di akhirat kelak. Salah satu hal yang diatur dalam islam adalah adab pergaulan antara laki - laki dan perempuan.  Allah SWT memerintahkan pada laki - laki dan perempuan untuk menjaga pandangannya dari lawan jenis serta menjaga kehormatannya. Allah SWT juga melarang laki - laki dan perempuan yang bukan mahramnya untuk tidak berduaan di tempat yang sepi (khalwat) serta dilarang bercampur baur antara laki - laki dan perempuan (ikhtilat). 

Namun, perhatikanlah pergaulan anak muda pada zaman sekarang. Pergaulan diantara mereka begitu bebas tanpa ada batasan dan sangat jauh dari nilai - nilai pergaulan dalam Islam. Istilah yang sangat tidak asing lagi di dalam masyarakat kita adalah "pacaran". Istilah pacaran tersebut menunjuk pada hubungan antara laki - laki dan perempuan yang terjadi sebelum pernikahan dengan alasan karena saling mencintai. Mereka saling berkomunikasi, memberi perhatian, dan bahkan sampai melakukan zina. Allah SWT telah secara tegas melarang zina, bahkan mendekati zina pun umat islam dilarang melakukannya. Allah SWT berfirman;
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatn yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Isra : 32)
Ibnu Katsir berkata mengenai ayat di atas, “Dalam ayat ini Allah melarang hamba-Nya dari zina dan dari hal-hal yang mendekati zina, yaitu segala hal yang menjadi sebab yang bisa mengantarkan pada zina.”

Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa pacaran adalah jalan menuju zina. Karena hati bisa tegoda dengan kata-kata cinta. Tangan bisa berbuat nakal dengan menyentuh pasangan yang bukan miliknya yang halal. Pandangan pun tidak bisa ditundukkan. Dan tidak sedikit yang menempuh jalan pacaran yang terjerumus dalam zina. Makanya dapat kita katakan, pacaran itu terlarang karena alasan-alasan ini yang tidak bisa terbantahkan.

Sayangnya, budaya pacaran ini seperti sudah mengakar begitu kuat di masyarakat dan seolah - olah bukan merupakan perbuatan yang buruk dan hina. Tak sedikit orang tua yang memperbolehkan anak - anaknya untuk menjalin hubungan haram ini dan justru merasa bangga jika anaknya memiliki pacar. Padahal, pacaran ini merupakan sebuah jalan yang buruk dan hanya mengantarkan pelakunya pada dosa. Dalam berpacaran, pelakunya pasti akan melakukan zina mata, zina hati, zina lisan, zina tangan dan terakhir berujung pada zina kehormatan. Ketika si wanita berakhir hamil dan si lelaki tak mau bertanggung jawab , si wanita akan depresi, melakukan aborsi dan dikucilkan oleh keluarga dan masyarakat. Jika seperti ini, masih adakah hal positif yang diperoleh dari pacaran ? tidak sama sekali.  Luqman pernah berkata kepada anaknya, yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya:

“Wahai anakku. Hati-hatilah dengan zina. Di awal zina, selalu penuh rasa khawatir. Ujung-ujungnya akan penuh penyesalan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 326)

Memang betul apa yang diutarakan oleh Luqman, seorang yang sholeh. Dan itu sesuai realita. Awal zina dipenuhi rasa khawatir. Coba lihat saja apa yang dilakukan oleh orang yang hendak berzina. Awalnya mereka berusaha tidak terlihat orang lain. Khawatir ada yang melihat perbuatan dosa mereka. Ujung-ujungnya dipenuhi rasa penyesalan. Karena bisa jadi si wanita hilang kehormatannya. Akhirnya yang ada adalah rasa malu yang harus ditanggung dirinya dan keluarganya.

Lalu, muncul pula istilah pacaran islami, yaitu hubungan yang katanya didasarkan pada nilai-nilai islam. Pelakunya saling mengingatkan dalam kebaikan, menyemangati ibadah dan saling memotivasi satu sama lain. Jika ingin memperoleh motivasi, kenapa tak minta kepada orang tua, sahabat (yang mahram tentunya), guru, atau motivator yang handal??. Setan memang tak pernah kehilangan akal untuk menggoda manusia agar mengikuti hawa nafsunya.  Bukankah tak ada bedanya dengan pacaran yang tidak islami ? Si wanita dan si laki - laki tetap saja rutin berkomunikasi, hati dan pikiran dipenuhi oleh rasa cinta pada pasangan, dan beribadah pun dengan niat yang tidak lurus lagi. Setan akan terus menggoda pasangan - pasangan ini hingga terjerumus pada perzinahan. 

        Saudaraku, rasa cinta memang sebuah fitrah yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia. Allah SWT pun telah menciptakan manusia secara berpasang - pasangan. Kita hanya tinggal perlu menjaga perasaan cinta kita agar tidak jatuh pada tempat yang salah. Dalam masa penantian ini, alangkah lebih baik jika kita terus berusaha untuk memperbaiki dan memantaskan diri, memperdalam ilmu agama, menjalankan pekerjaan atau pendidikan dengan baik. Tak perlu khawatir salah memilih pasangan karena ada tahap ta'aruf untuk mengenal calon suami/istri dan kita bisa bertanya pada teman atau kerabatnya untuk mengetahui bagaimanakah sikap dan perilakunya. Jadi, tak ada lagi alasan untuk berpacaran. Untuk itu  katakan TIDAK pada pacaran.

TA’ARRUF BERBEDA DENGAN PACARAN

Islam sesungguhnya sejak awal sudah memperkenalkan istilah ta’aruf sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan. Ta’aruf sangat berbeda dengan pacaran. Ta`aruf adalah sesuatu yang syar`i dan memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan dan manfaat.

Ta’aruf diartikan sebagai perkenalan. Namun dalam praktek sehari-hari ada yang menggunakan kata ta’aruf sebagai suatu proses sebelum ikhwan dan akhwat menjalani pernikahan. Dalam ta’aruf, mereka saling mengenalkan keadaan diri masing-masing, bila cocok bisa dilanjutkan ke proses khitbah dan bila tidak maka proses akan dihentikan. Mungkin seperti itu secara sederhananya, walaupun pada prakteknya bisa begitu rumit dan kompleks.

Sedangkan Pacaran adalah suatu hubungan dekat yang dibuat oleh dua orang (lawan jenis) tanpa ada ikatan resmi. Biasanya pacaran dilakukan karena adanya rasa saling suka. Dalam pacaran kadang disertai aktivitas yang terlalu intim dan dilarang agama bahkan haram hukumnya. Dalam hubungan pacaran, bisa jadi ada rencana pernikahan, namun kebanyakan belum memikirkan ke arah pernikahan. Banyak orang-orang yang berniat ta’aruf namun dalam prakteknya mereka berbuat aktivitas seperti layaknya orang pacaran. Sehingga niat menikah pun menjadi tertunda gara-gara mereka sudah merasa dekat, dan mereka puas dengan kedekatan itu sehingga tidak jadi memikirkan ke arah pernikahan.
HAKIKAT CINTA
Cinta itu sudah built in ada pada setiap orang yang lahir dimuka bumi, sehingga tidak heran setiap ibu akan sepenuh hati mencintai anaknya. Jadi, cinta itu memang karunia dari Sang Maha Pencipta. Menginjak Usia agak dewasa, manusia mulai suka terhadap lawan jenisnya. Hal ini juga wajar terjadi, karena memang penampakan cinta yang telah diberikan Allah tadi, salah satunya adalah menyukai lawan jenis kita, pada batas yang wajar tentu saja. Sehingga cinta adalah sesuatu yang alami, dan bukan sesuatu yang terlarang, apalagi sampai harus dimusnahkan dari muka bumi. Tetapi harus disyukuri, karena dengan cinta segalanya akan terasa lebih indah.
Yang jadi masalah adalah, seberapa jauh seseorang paham akan hakikat cinta yang sebenarnya? Banyak orang yang mempersempit makna cinta yang amat luas pada hubungan dua manusia berlainan jenis. Rasanya lebih banyak orang pula yang berpendapat bahwa cinta adalah masalah perasaan antara dua orang yang saling menyukai, dengan berbagai embel-embel pembuktian berkedok cinta. Makna cinta yang seperti ini sudah terlalu jauh dari makna cinta yang sebenarnya, karena hakikat cinta adalah suci, dan bukan tempat untuk berbuat seenaknya, apalagi membawa nama cinta untuk menghalalkan aktivitas yang menodai cinta itu sendiri.
Al-Baidhawi menyatakan bahwa “cinta adalah keinginan sesorang untuk taat.” Setiap orang yang mencintai sesuatu, pastinya ingin supaya yang dicintainya itu dapat ia jaga dengan sepenuh hati. Jangankan lecet, berdebu saja kalau bisa jangan sampai, karena itu kita berusaha untuk melindungi dan memberikan yang terbaik, serta tidak akan berbuat sesuatu yang akan menyebabkan sesuatu yang kita cintai itu rusak atau berkurang keindahannya. Begitu juga dalam hal saling mencintai antar sesama manusia, kalau kita benar-benar mencintai seseorang kita pasti akan selalu menjaga kehormatan dan perasaannya. Kita tidak akan berusaha untuk menyakiti, namun akan selalu menjaga hubungan kita, agar cinta kita berbalas dan berbuah manis. Hal ini hanya akan didapat dengan menjadikan cinta berjalan sesuai dengan aturan Sang Pecipta cinta itu sendiri, yaitu dengan menghalalkan cinta yang telah diatur-Nya dengan cara menikah.
MITOS YANG SALAH TENTANG PACARAN
Seiring dengan semakin berkembangnya aktivitas pacaran, muncul berbagai mitos yang menyertai aktivitas ini. kebanyakan mitos-mitos yang beredar adalah mitos yang salah, namun kebanyakan para aktivis pacaran tidak menyadarinya. Beberapa mitos tersebut diantaranya:

Pertama: Dengan pacaran kita akan tambah rajin, berprestasi dan bersemangat. Karena pacar ditempatkan sebagai motivator. Yang terjadi seringkali adalah sebaliknya. Waktu, pikiran, konsentrasi bahkan materi, justru akan banyak terkuras kepada pacar. Boro-boro produktif, yang terjadi adalah semakin terbenam dalam angan, khayalan serta kesenangan semu. Kalaupun toh pacaran bisa membuat orang lebih produktif, maka percayalah bahwa itu adalah motivasi yang salah dan merupakan hasutan setan semata. Kenapa?  Karena itu hanya merupakan motivasi yang temporer. Kalau sedang bad mood atau bermasalah dengan pacar, maka buyar jugalah produktivitasnya. Motivasi yang seharusnya dimiliki seorang muslim adalah motivasi yang muncul dari keimanan. Inilah yang telah dibuktikan oleh para sahabat Nabi SAW. Dengan motivasi keimanan, mereka menjadi pribadi yang rajin, bersemangat dan berprestasi.

Kedua:  Pacaran Membuat Kita Menjadi Lebih Baik. Sebagian dari kita menganggap pacaran adalah salah satu proses kehidupan yang harus dijalani dalam rangka pendewasaan diri. Dengan berpacaran, kita akan lebih peka terhadap orang lain serta membuat kita manjadi lebih baik karena kita sudah diperhatikan oleh orang lain sehingga secara tidak langsung kita akan memperhatikan penampilan kita. Mitos inipun tidak sepenuhnya dapat dipertanggung jawabkan. Dalam menjalani proses pacaran, kita didewasakan secara prematur, karena kita tidak pernah menghadapi dunia yang sebenarnya. Pacaran lebih berorientasi pada kesenangan bukan sebuah upaya untuk mengenali kehidupan riil yang akan kita hadapi dimasa yang akan datang. Padahal, kedewasaan ditunjukkan dari kemampuan seseorang untuk membedakan yang benar dan yang salah. Dan hal ini dapat kita lakukan dengan memperbanyak membaca buku dan  memperdalam ilmu-ilmu agama.

Ketiga: Pacaran akan melanggengkan pernikahan. Bila ada yang mengatakan bahwa dengan berpacaran terlebih dahulu, dan ada upaya saling mengenal pribadi masing-masing, maka saat mereka memasuki jenjang pernikahan, keluarga yang mereka bentuk akan lebih langgeng daripada pasangan yang tidak pacaran telebih dahulu, maka mereka perlu melihat lebih banyak fakta yang ada disekitarnya. Menurut fakta, tidak semua pasangan yang mengawali langkah pernikahan mereka dengan pacaran, akan hidup langgeng. Bahkan banyak pasangan yang telah bertahun-tahun pacaran, namun saat menikah, pernikahannya hanya seumur jagung. Usia keluarganya tidak lebih lama dari usia pacarannya, dan sebaliknya banyak orang yang menikah tanpa proses pacaran dapat mengecap kebahagiaan dalam kehidupan berkeluarganya. Kenapa? Karena dalam proses pacaran, kita hanya akan menonjolkan sifat baik kita tanpa ingin sifat buruk kita diketahui oleh pasangan, penuh dengan kepura-puraan. Keterbukaan akan sulit diperoleh dari dua orang yang berpacaran, sehingga pada saat mereka menikah, dan mengetahui sifat sebenarnya dari pasangan, timbul kekecewaan yang tidak jarang berujung pada perceraian. Berbeda dengan proses ta’arrufan, yang diharuskan menunjukkan kelebihan serta kekurangan masing-masing pihak agar tidak terjadi penyesalan dari salah satu atau kedua belah pihak di kemudian hari.

CARA TAUBAT DARI PACARAN

Tidak diragukan lagi bahwa taubat sesuatu yang harus bagi pelaku dosa, apalagi dosa tersebut adalah dosa besar. Di antara hal yang membuat dosa bisa menjadi besar adalah jika maksiat di lakukan terus menerus. Contoh di antaranya yang menyebar di kalangan muda adalah pacaran. Berpacaran sudah jelas terlarang karena merupakan jalan menuju zina. Karena tidak ada pacaran yang bisa lepas dari jalan  yang haram.

Dosa Mengharuskan Taubat. Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata para ulama adalah, “Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang.”

Jika taubat harus memenuhi tiga syarat tersebut, maka tiga syarat orang yang taubat dari pacaran adalah:

1. MENYESAL telah berpacaran
2. PUTUSKAN pacar sekarang juga
3. atau menempuh jalan yang halal dengan MENIKAH

Semoga Allah mudahkan kita untuk senantiasa berada dalam kebaikan dan menjauhkan kita dari berbagai maksiat serta memberikan kita hidayah berkat dari berbagai usaha yang telah kita lakukan. ............................... Bersambung


MENCARI HIDAYAH TUHAN

 UNTUK VERSI LENGKAPNYA SEGERA MILIKI BUKUNYA  

kritik dan saran:
abdurrahimharpy@gmail.com 















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Epistimologi Tafsir Politik/ Haraki/Siasi #Abdurrohim Harahap S.Th.I., M.Us.

Pengertian Tafsir Tematik #Abdurrohim Harahap S.Th.I., M.Us.

Pengertian Tafsir Lughawi #Abdurrohim Harahap S.Th.I., M.Us.